Senin, 19 April 2010

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA: KAJIAN SISTEM EKONOMI

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA:

KAJIAN SISTEM EKONOMI

Oleh:

Ruddy Tri Santoso

NIM: T4209012

Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2010

A. PENDAHULUAN

Ilmu ekonomi adalah sebuah cabang ilmu dari pengetahuan sosial yang tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari karena melalui ilmu ekonomi inilah setiap manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai satu kesatuan atau dikenal dengan organisasi. Dalam hal ini, organisasi yang merupakan kesatuan dari setiap individu disebut dengan negara.

Berbicara soal negara, tentu tidak bisa dilepaskan dari cabang ilmu pengetahuan sosial lainnya yaitu ilmu politik. Melalui ilmu politik ini individu-individu yang terlibat dalam organisasi yang disebut sebagai negara dapat memainkan perannya untuk mengatur sebuah negara agar dapat mencapai tujuannya yang telah dicita-citakan melalui semua kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi.

Kebijakan ekonomi suatu negara tidak bisa lepas dari keterlibatan pemerintah karena pemerintah memegang kendali atas segala sesuatu, menyangkut semua kebijakan yang bermuara kepada keberlangsungan negara itu sendiri. Setiap pemerintahan yang sedang memimpin suatu negara tentu saja memiliki kebijakan ekonomi andalan untuk menjamin perekonomian negara yang baik dan stabil demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan, karena sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi agar tercapainya kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi rakyatnya.

Kebijakan ekonomi suatu negara juga tidak bisa dilepaskan dari paham atau sistem ekonomi yang dipegang oleh pemerintahan suatu negara, seperti sistem ekonomi Kapitalisme, Sosialisme, Campuran, maupun sistem ekonomi Islam. Tentu saja pemerintah, sebagai pengendali perekonomian suatu negara, menganut salah satu sistem ekonomi sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Apapun sistem ekonomi yang dipegang oleh suatu pemerintahan, sistem ekonomi itulah yang diyakini sebagai sistem ekonomi terbaik bagi perekonomian negara yang dipimpin oleh suatu pemerintahan tersebut walaupun nantinya dalam sistem ekonomi yang dipegang memiliki berbagai kelemahan.

B. PERMASALAHAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

Sistem ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945-sebagai landasan idil-berorientasi pada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etika dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (tidak mengenal pada pemerasan dan eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya persamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama-bukan kemakmuran bagi seseorang).[1]

Secara garis besar, sistem ekonomi Indonesia berlandasakan pada Pancasila dan UUD 1945 mengandung nilai yang sama dengan nilai-nilai yang terdapat pada sistem ekonomi Islam yang landaskan pada Al Quran dan Hadits Rasullah Muhammad SAW. Persamaan nilai tersebut adalah usaha untuk mencapai nilai keadilan dalam bidang ekonomi untuk setiap individu baik dengan menggunakan sistem ekonomi Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 maupun dengan menggunakan sistem ekonomi Islam.

Tetapi pada kenyataannya, sistem ekonomi Indonesia memiliki banyak wajah. Keberagaman wajah inilah yang membuat sistem ekonomi Indonesia dalam praktiknya seperti tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi landasannya. Hal ini dapat dibuktikan, meskipun sistem ekonomi Indonesia memiliki nilai keadilan, tetapi masih saja terjadi ketidakadilan ekonomi di tengah masyarakat, seperti semakin tingginya kesenjangan sosial karena kemiskinan yang belum dapat ditangani dengan baik dan juga masih adanya kebijakan ekonomi yang kurang berpihak kepada rakyat.

Hal ini yang menjadi permasalahan dalam ekonomi Indonesia karena pada dasarnya sistem ekonomi Indonesia ingin memberikan keadilan dalam bidang ekonomi kepada setiap rakyat Indonesia, tetapi kenyataannya tidak demikian, masih jauh panggang dari api. Dan Islam, melalui sistem ekonomi berusaha memberikan smart solution atas permasalahan yang terjadi.
[1] Sri Edi Swasono, “Sistem Ekonomi Indonesia”, makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat Sistem Ekonomi Indonesia, Jakarta, 19 Februari 2002, hal. 1.

C. SEBUAH SARAN UNTUK SISTEM EKONOMI INDONESIA

Sistem ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 memiliki nilai keadilan. Maksud dari nilai keadilan ini adalah sistem ekonomi Indonesia menjamin keadilan dan pemerataan ekonomi bagi setiap rakyatnya sehingga kesenjangan sosial tidal lagi terlihat dengan jelas serta dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan negara.

Sistem ekonomi Indonesia secara otomatis menjadi pedoman lahirnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pada kenyataannya, setiap kebijkan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah dirasakan tidak adil bagi sebagian lapisan masyarkat di Indonesia. Sebagai contoh, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah tingkat kesejahteraan masyarakat yang kurang baik, membuat kehidupan masyarakat lapisan menengah, terutama menengah ke bawah menjadi sedikit lebih sulit dari sebelumnya. Di sisi lain, ada satu lapisan masyarakat, hidupnya jauh dari kesulitan ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah belum bisa memenuhi nilai keadilan dalam sistem ekonomi Indonesia.

Sistem ekonomi Indonesia berorientasi kepada sistem ekonomi campuran, sebuah sistem ekonomi yang biasa digunakan oleh negara berkembang. Kebijakan ekonomi Indonesia berdasarkan sistem ekonomi campuran masih mengarah kepada sistem atau kebijakan ekonomi kapitalis yang terbukti hanya memberikan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara. Sudah dapat ditebak, situasi perekonomian Indonesia menjadi kurang kondusif karena kebijakan-kebijakan ekonomi yang dinilai kurang tepat dengan situasi perekonomian Indonesia saat ini

Apakah ada kebutuhan untuk kebijakan ekonomi makro?

Sebuah masalah pokok dalam makroekonomi adalah apakah pasar yang ditinggal sendirian, secara otomatis membawa keseimbangan ekonomi jangka panjang. Jika operasi bebas kekuatan pasar pada akhirnya menghasilkan tingkat kesempatan kerja penuh pendapatan nasional dengan harga yang stabil dan pertumbuhan ekonomi, tidak akan ada perlunya intervensi pemerintah dalam perekonomian makro - tidak perlu untuk fiskal moneter kurs dan kebijakan sisi penawaran.Kenyataannya adalah bahwa semua intervensi pemerintah melalui kebijakan makroekonomi dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan tertentu dan meningkatkan kinerja keseluruhan perekonomian.

Tujuan utama Pemerintah Kebijakan Ekonomi

· Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan

· Harga yang stabil (inflasi rendah)

· Tingkat tinggi kerja

· Kenaikan standar hidup rata-rata

· Posisi berkelanjutan pada neraca pembayaran

· Sound keuangan pemerintah

Manajemen Permintaan

Pengelolaan permintaan terjadi ketika upaya pemerintah untuk mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan cadangan devisa, maka tingkat pendapatan nasional, kesempatan kerja, tingkat inflasi, pertumbuhan dan posisi neraca pembayaran.

  • Kebijakan Reflationary berusaha untuk meningkatkan cadangan devisa dan meningkatkan tingkat pengeluaran yang direncanakan pada atau dekat tingkat potensi PDB
  • Kebijakan deflasi penurunan cadangan devisa dalam hal permintaan agregat berjalan di depan berpotensi inflasi dan risiko atau tidak berkelanjutan yang mengarah kepada defisit pada neraca pembayaran

Lebih baik difokuskan pada kebijakan fiskal dan moneter sebagai instrumen utama dari permintaan manajemen.

Masalah Utama Mengelola Ekonomi Makro.

Tugas pemerintah mengelola ekonomi dibuat sulit oleh beberapa faktor beberapa di antaranya dibahas di bawah ini:

· Akurat data ekonomi: Semua indikator makroekonomi utama akan dikenakan margin kesalahan. Mereka mengandalkan data statistik yang dikumpulkan dari pajak dan survei dan data seringkali direvisi beberapa bulan setelah rilis pertama.

· Tujuan kebijakan yang saling bertentangan: Suatu kebijakan merangsang permintaan agregat dapat mengurangi pengangguran dalam jangka pendek tetapi memulai periode inflasi yang lebih tinggi dan memperburuk account saat ini neraca pembayaran. Pilihan harus dibuat antara tujuan yaitu terdapat trade-off antara mereka.

· Memilih instrumen kebijakan yang tepat: Setiap tujuan makroekonomi membutuhkan instrumen kebijakan yang terpisah: yang biasa 'rule of thumb' adalah bahwa salah satu instrumen kebijakan utama harus diserahkan kepada satu tujuan kebijakan. Jadi, misalnya, suku bunga mungkin akan ditugaskan sebagai alat utama untuk menjaga pengendalian inflasi, sementara instrumen kebijakan fiskal, seperti perubahan pada sistem pajak dapat dialokasikan untuk mencapai beberapa tujuan sisi penawaran seperti meningkatkan pasokan tenaga kerja, meningkatkan insentif , meningkatkan investasi dan meningkatkan produktivitas. Ada-berakar cukup dalam perselisihan antara beberapa ekonom (yang termasuk berbeda 'mazhab pemikiran') sebagai kebijakan yang paling efektif untuk memenuhi tujuan tertentu.

· Waktu tidak pasti terlambat ketika menjalankan sebuah kebijakan: Perubahan dalam kebijakan ekonomi tunduk pada waktu yang tidak pasti misalnya terlambat terhadap perubahan suku bunga diperkirakan untuk mengambil beberapa 18-24 bulan untuk bekerja dengan cara yang penuh melalui seluruh perekonomian untuk menyaring melalui perubahan harga . Lamanya waktu yang tertinggal dapat berubah selama bertahun-tahun sebagai reaksi konsumen dan bisnis untuk mengubah langkah-langkah kebijakan.

  • Guncangan eksternal: Unexpected guncangan ekonomi eksternal seperti peristiwa-peristiwa sekitar 11 September 2001 atau tidak terduga volatilitas nilai tukar dan harga komoditas dapat mengganggu perkiraan ekonomi dan mengambil ekonomi agak jauh dari jalan yang diharapkan. Pemerintah mungkin di bawah perkiraan atau membesar-besarkan dampak potensial dari guncangan ekonomi, baik permintaan atau penawaran-sisi ekonomi dan karena itu berlaku terlalu sedikit atau terlalu banyak dari tanggapan kebijakan.

Kebijakan utama manajemen ekonomi

  • Fiskal

o Kebijakan fiskal melibatkan penggunaan pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman untuk mempengaruhi baik pola kegiatan ekonomi dan juga tingkat dan pertumbuhan permintaan agregat, output dan kesempatan kerja.

  • Kebijakan Moneter

o Kebijakan moneter melibatkan penggunaan suku bunga untuk mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan permintaan agregat dalam perekonomian.

Bank Indonesia yang dibebankan dengan tugas 'menjaga integritas dan nilai mata uang'. Bank mengejar tujuan ini melalui penggunaan kebijakan moneter. Di atas semuanya, ini melibatkan menjaga stabilitas harga, seperti yang didefinisikan oleh sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah sebagai prakondisi untuk mencapai tujuan yang lebih luas berkelanjutan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja yang tinggi. Sejak tahun 1999, BI memiliki kemerdekaan operasional dalam penetapan suku bunga. Bank bertujuan untuk memenuhi target inflasi Pemerintah - saat ini 2,0 persen untuk indeks harga konsumen - dengan menetapkan jangka pendek suku bunga. Bunga keputusan diambil oleh Rapat Dewan Gubernur BI pada pertemuan bulanan mereka.

Kebijakan moneter juga melibatkan efek dari perubahan kurs - Nilai eksternal satu mata uang terhadap yang lain - pada perekonomian yang lebih luas.

Kebijakan sisi penawaran.

Sisi penawaran terutama kebijakan ekonomi kebijakan ekonomi mikro yang dirancang untuk meningkatkan sisi penawaran potensi ekonomi, membuat pasar dan industri beroperasi lebih efisien dan dengan demikian memberikan kontribusi kepada laju pertumbuhan yang lebih cepat real output nasional. Sebagian besar pemerintah kini mengakui bahwa peningkatan kinerja sisi penawaran adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tanpa kenaikan inflasi. Tapi sisi penawaran reformasi sendiri tidak cukup untuk mencapai pertumbuhan ini. Ada juga harus cukup tinggi tingkat permintaan agregat sehingga kapasitas produktif perekonomian sebenarnya dibawa ke dalam bermain.

Ada dua pendekatan yang luas untuk sisi penawaran. Pertama kebijakan terfokus pada pasar produk dan jasa di mana barang diproduksi dan dijual kepada konsumen dan kedua kebijakan sisi penawaran diterapkan pada pasar kerja - faktor pasar di mana tenaga kerja dibeli dan dijual.

Dampak dari Kebijakan Moneter dan Fiskal terhadap perekonomian

Ada beberapa perbedaan dalam efek ekonomi dari kebijakan moneter dan fiskal, pada komposisi output, efektivitas dari kebijakan dua jenis dalam memenuhi tujuan-tujuan makroekonomi pemerintah, dan juga waktu untuk terlibat kesenjangan fiskal dan perubahan kebijakan moneter berpengaruh. Kami akan mempertimbangkan masing-masing pada gilirannya.

Efek Kebijakan tentang Susunan Output Nasional.

Kebijakan moneter sering dilihat sebagai sesuatu dari instrumen kebijakan tumpul - mempengaruhi semua sektor ekonomi meskipun dengan cara yang berbeda dan dengan dampak variabel.

Sebaliknya, kebijakan fiskal dapat ditargetkan untuk mempengaruhi kelompok-kelompok tertentu (misalnya peningkatan berarti-diuji manfaat bagi keluarga berpenghasilan rendah, penurunan tingkat pajak perusahaan kecil-menengah, tunjangan untuk bisnis investasi di daerah tertentu).

Pertimbangkan sebagai contoh efek baik menggunakan moneter atau kebijakan fiskal untuk mencapai suatu peningkatan pendapatan nasional karena sebenarnya terletak di bawah potensi PDB PDB (yaitu ada kesenjangan output negatif).

(i) Kebijakan moneter ekspansi

Suku bunga yang lebih rendah akan mengakibatkan peningkatan konsumen dan pembelanjaan modal usaha yang keduanya meningkatkan pendapatan nasional. Karena hasil pengeluaran investasi dalam modal saham yang lebih besar, maka pendapatan di masa depan juga akan lebih tinggi melalui dampak LRAS.

(ii) Kebijakan fiskal ekspansi

Ekspansi kebijakan fiskal (yaitu peningkatan pengeluaran pemerintah) menambahkan langsung ke cadangan devisa tapi kalau dibiayai oleh pinjaman pemerintah yang lebih tinggi, hal ini dapat menyebabkan kenaikan suku bunga dan investasi yang lebih rendah. Hasil bersih (dengan menyesuaikan kenaikan G) adalah sama peningkatan pendapatan sekarang. Namun, karena pengeluaran investasi lebih rendah, persediaan modal lebih rendah daripada itu pasti, sehingga pendapatan masa depan yang lebih rendah.

Waktu Lambannya Moneter dan Kebijakan Fiskal

Moneter dan kebijakan fiskal berbeda dalam kecepatan yang masing-masing berlaku.

Kebijakan moneter di Indonesia fleksibel (suku bunga dapat berubah setiap bulan) dan perubahan tingkat darurat dapat dibuat dalam pertemuan RDG, sedangkan perubahan dalam perpajakan memakan waktu lebih lama untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan. Karena perencanaan membutuhkan modal investasi untuk masa depan, mungkin diperlukan beberapa waktu sebelum penurunan suku bunga ini diterjemahkan ke dalam peningkatan pengeluaran investasi. Biasanya memerlukan waktu enam bulan - dua belas bulan atau lebih sebelum efek perubahan dalam kebijakan moneter Inggris dirasakan.

Dampak peningkatan pengeluaran pemerintah dirasakan segera setelah terjadi pengeluaran dan pemotongan pajak langsung dan tidak langsung makan melalui ke dalam ekonomi cukup cepat.Namun, cukup waktu mungkin lewat antara keputusan untuk mengadopsi program pengeluaran pemerintah dan pelaksanaannya. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah undershot pada pengeluaran yang direncanakan, sebagian karena masalah dalam staf tambahan yang cukup menarik menjadi kunci pelayanan publik seperti transportasi, pendidikan dan kesehatan.

Pengurangan hutang luar negeri pemerintah melalui penerbitan surat-surat berharga dari pemerintah RI layak dilakukan untuk menjaga rasio keseimbangan antara hutang luar negeri dengan cadangan devisa dan pengurangan ketergantungan terhadap valuta asing yaitu US Dollar.

Upaya untuk menggerakkan sektor riil khususnya pada UKM (Usaha Kecil Menengah) perlu segera diintensifkan terutama dengan program kredit mikro oleh bank-bank nasional maupun bank syariah di Indonesia.

Pengurangan sistem ekonomi konglomerasi yang mengarah ke kapitalisme harus dihindari dan diubah ke ekonomi kerakyatan agar struktur fundamental ekonomi makro nasional kuat karena dilandasi oleh usaha-usaha kecil menengah yang tidak rentan dengan krisis ekonomi.

Upaya terakhir adalah penegakan GCG (Good Corporate Governance) baik di sektor pemerintahan maupun swasta nasional dan pihak-pihak asing yang menanamkan modalnya di Indonesia; GCG tersebut harus disertai dengan pemberantasan korupsi di semua bidang administrasi maupun birokrasi pemerintahan, pajak serta aparat penegak hukum bagi penegakan law enforcement di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Geoff Riley, Eton College, September 2006

UUD 1945 Pasal 33 ayat 1, 2, 3, dan 4. Sidqi Muhammad Jamil,1994, Sunan Abi Dawud lil Hafiz Abi Dawud Sulaiman Ibn a- Ash’ath al-Sajastanî, Beirut: Dâr al-Fikr, hal. 258

Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Konsep Dasar Ekonomi Islam, diambil dari www.google.co.id, akses Rabu, 21 Mei 2008 pukul 15.09 WIB

Kamis, 15 April 2010

Human Resource Roles: Creating Value, Not Rhetoric

Human Resource Roles: Creating Value, Not Rhetoric

by:

Jill Conner,

Dave Ulrich

Direview Oleh:

Ruddy Tri Santoso

NIM: T4209012


Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2010

A. Pendahuluan

- Banyak perusahaan memberdayakan fungsi HR-nya melalui fokus pada operasional tradisional dan aturan transaksional, untuk improvisasi efektivitas dan memberi dampak pada perusahaannya.

- HR profesional lebih kearah strategi , proses dan praktis dengan kebutuhan bisnis yang lebih komplek dan sesuai aturan-aturan paradoks.

- Penelitian ini melalui riset terhadap 256 mid - to upperlevel HR executive dari mid – to large company; dengan pendekatan empiris untuk implikasi pengembangan profesi HR.

- Aturan-aturan dalam fungsi HR berubah dramatis (Ulrich, 1993; Schuler, 1990; Walker, 1992). Banyak invention dari HR termasuk penekanan biaya, kepuasan pelanggan, kehidupan yang lebih baik, produktivitas dan komitmen serta penggunaan SDM sebagai sumber keunggulan kompetitif (Pleval, et al, 1994; Tichy, 1982; Tower Perrin, 1992; Schuler dan Walker, 1990, Walker, 1992).

- Sesuai pendapat Schuler (1992) isu SDM akan menjadi isu bisnis, HR pada tahun 2000 akan responsif dalam persaingan pasar dan struktur bisnis global, dekat dengan rencana strategi bisnis, fokus pada kualitas, pelayanan pelanggan, produktivitas, involvement pegawai, team work dan fleksibilitas pekerjaan serta implementasi HR manager.

- HR bertransformasi dari spesialisasi, fungsi stand alone untuk membawa kompetensi perusahaan dimana HR dan line manager membangun partnership untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan achievement keseluruhan tujuan usaha.

- Dengan tantangan dan opportunities tersebut memberikan aturan dalam HR dan fungsi HR memberikan added value dari organisasi dan memberikan harapan bagi para line managernya.

- Kebanyakan asesment dalam aturan HR merupakan pernyataan ‘wanna be’ yang involve, respected dan admired dengan pendekatan empiris HR tersebut.

- Pekerjaan empiris tersebut merupakan sebuah kompetensi (Ulrich; Brockbank, and Yeung, 1989b; Conner dan Wirtenberg, 1993) atau HR practices (Ulrich, et al, 1993; Schuler dan Jackson, 1989a; 1987b) tetapi bukan aturan HR.

- Penelitian ini merupakan asesment empiris dari aturan-aturan professional HR yang didasarkan pada pekerjaan oleh Ulrich (1993; 1996) dan menyarankan implikasi aturan untuk pengembangan profesi HR.


B. Literatur Review

- Literatur review mengatur perspektif historis tentang fokus dan prioritas fungsi HR dan aturan-aturan baru serta kompetensi HR.

  1. Historical Perspective of HR

- Fungsi personal mengikuti histori bisnis di US (Famularo, 1972; Miles dan Snow, 1984). Selama 70 tahun lalu, organisasi personil terpisah dimulai dalam bisnis besar karena pekerja massal, imigrasi terkonsentrasi dan organisasi buruh/ union (Freedman, 1991).

- Sesuai dengan hal itu Miles dan Snow (1984) menyatakan bahwa pada awalnya dari departement personalia ’aturan tentang rekrutmen, seleksi, record, training, waktu dan gerakan studi, kesejahteraan dan relasi pekerja’ merupakan harapan dari top management agar aktivitas personal tetap bermoral dalam bekerja sama.

- Pada awalnya hubungan pekerja sangat berpengaruh dengan fungsi personal.

- Dengan perkembangan organisasi fungsional, perbedaan bisnis membutuhkan aturan personil termasuk staffing, training dan maintaining spesialisasi yang merupakan fundamental organisasi fungsional.

- Miles dan Snow (1985) menyatakan organisasi divisional pada tahun 50 an merupakan organisasi yang lebih canggih untuk mendukung personil, pada lini tersebut personil perusahaan akan dibentuk kedalam fungsi-fungsi spesialis.

- Menurut Freedman (1991), spesialis utama adalah hubungan pekerja, sistem pengupahan, dan disain benefit dan administrasi meningkat kemudian kompensasi, rekrutmen, pelatihan dan pengembangan, rencana suksesi dan manajemen sistem reward juga menjadi bagian dari fungsi personil.

- Pada tahun 60 dan 70-an pemerintah memberi tekanan pengaruh evolusi dari fungsi personil. Studi yang dilakukan oleh Conference Board pada tahun 1977 (Janger, 1977); 2/3 dari 673 eksekutif yang disurvai menyatakan bahwa pemerintah sebagai tekanan utama untuk mengubah manajemen personalia selama tahun 70-an. Aturan pemerintah concern pada penegakan kebijakan pegawai, keamanan kerja dan kesehatan dan reformasi pensiun.

- Karena peningkatan kebutuhan pada level tingkat tinggi, departemen personalia membentuk hubungan relasi dengan manager dan pemimpinnya. Struktur kombinasi dari proyek dan matrik merupakan departemen didalam organisasi yang lebih kompleks didalam pelayanan-pengembangan tim, career development, perencanaan dan alokasi aturan, rencana strategis dan perencanaan HR. Pada saat itu, Miles dan Snow membentuk fungsi HR atau personalia sebagai esensi dalam strategi organisasi.

- Pengaruh evolusi organisasi HR adalah pengembangan bidang HRD.

- Diawali oleh Len Nadler pada tahun 70an (Chalofsky, 1989), bidang tersebut meliputi training, pendidikan dan pengembangan konsep HRD; kemudian aturan dalam karier dan pengembangan organisasi. HRD mulai fokus pada efektifitas individu dan organisasi yang mengembangkan potensi manusia dan produktivitas organisasi serta efektifitasnya. Terlihat bahwa HR pada tahun 80an berubah dari fungsi tradisional menjadi spesialis dalam ‘personil’ dan bidang HRD itu sendiri.

- HRM pada tahun 80an tumbuh dan fokus pada strategi dan bisnis (Tichy, et al, 1984; Freedman, 1991). Tekanan kompetisi, pemangkasan biaya, peningkatan kualitas dan fokus pelanggan mulai menjadi perhatian senior executive HR (Noble, 1994; Schuler, 1990).

- Membangun kapabilitas organisasi menjadi fokus primer organisasi HR (Ulrich dan Lake, 1990) yang dimulai sebagai nilai tambah untuk membangun kapasitas perubahan, membuat organisasi dan pelanggan selaras dan meningkatkan kinerja keuangan (Ulrich, 1993; 1996).

- Fungsi HR sistematik, senior eksekutif HR merupakan kunci dalam tim senior management. Noble (1994) menyatakan hal ini sebagai proses transisi akibat kompetisi.

  1. Emerging Focus and Priorities of HR Function

- Sampai sekarang, para praktisi HR fokus utamanya pada isu transaksional/ operasional (Schuler; 1990; Towers Perrin, 1992; Ulrich, 1993; 1994; 1996). Hal ini terlihat sebagai trend dalam fokus strategic HR dan banyak peneliti melakukan pergeseran eksaminasi dalam penelitiannya

- Studi di University of Michigan antara tahun 1988 s/d 1992 (Ulrich, et al, 1993) melihat bahwa organisasi HR berubah menjadi fokus strategi yang lebih besar, studi fokus ke HR.

- Pada tahun 1988 kebanyakan bisnis fokus antara strategi dan operasional HR, kontrasnya pada tahun 1991 ketika kebanyakan bisnis yang kompetitif fokus pada strategic HR dan kurang memperhatikan dalam isu operasional HR. Didalam faktanya, strategis lebih besar gainnya daripada operasional yang dapat dieliminasi, otomatisasi, outsource dan streamlined (Ulrich, 1994).

- Pergeseran fokus tersebut diteliti oleh Mohrman, Lawler dan MCMahan (1995), mereka menemukan bahwa lebih banyak waktu dibutuhkan pada strategic business partner ketimbang dalam auditing atau pembukuan. Sebagai anggota dari tim manajemen, HR adalah termasuk dalam strategic HR planning, disain organisasi dan perubahan strategis.

- Fisher (1989) menemukan kebanyakan pekerjaan yang dihantarkan oleh praktisi HR masih terdiri dari ’traditional personnel administration activities’, dan strategi HRM tetap di level perusahaan. Artikel di New York Times (1994) menulis bahwa HR mengarah kepada pembuatan keputusan strategis, pembentukan komite untuk melapor langsung ke level eksekutif puncak.

- Beberapa penulis memfokuskan dan memprioritaskan HR (lihat exhibit 1) – dimana HR bergerak kefokus strategi yang lebih besar.

- Gambar exhibit 1


- HR harus menjadi prioritas dalam isu bisnis dan mengurangi orientasinya ke fungsi tradisional HR.

- Prioritas ini adalah orientasi isu bisnis dan mengurangi orientasi fungsi HR secara tradisional spesialis yaitu dalam hal kompensasi, benefit, staffing dan appraisal. Prioritas strategis seperti teamwork crossfunctional unit, membangun mindset pelayanan nasabah untuk lebih bertanggung jawab secara penuh dan sesuai yang diharapkan oleh customer dan retailer, identifikasi keahlian baru dan kompetensi, dan ekspansi global dengan perhatian ke HR profesional.

- Sebagai prioritas didalam HR adalah shifting, riset dalam hal ini adalah terbatas. Menurut Fischer (1989) terdapat gap riset dalam hal ini karena peneliti melakukan riset empiris terbatas pada strategic HRM untuk HR eksekutif dengan tantangan-tantangan baru. Dia menyatakan gap tidak mudah diisi karena pertanyaan-pertanyaan yang harus diinvestigasi adalah kompleks, definisi dan isu-isu berkembang sangat sulit dan problem dengan sampel yang mengkuatirkan.

  1. New Roles and Competencies

- Dengan segala perhatian didalam isu HR, sudah waktunya untuk mengklarifikasi aturan-aturan main dalam profesional HR. Kriteria untuk mendefinisikan aturan-aturan HR variatif dari fokus pada aktivitas (apa yang dilakukan oleh HR?) sampai kepada waktu (dimana HR membutuhkan waktu?) ke metafora (apa yang diidentifikasi oleh HR) sampai ke value creation (apa value yang dibuat oleh HR).

- Walkers (1994) mencatat bahwa ada pendekatan kontinyu terhadap empat aturan tentang apa yang dilakukan oleh orang mulai dari support, service, consulting sampai leadership. Kebanyakan praktisi HR mengalokasikan waktu didalam support dan aturan service kontras pada consulting dan aturan leadership. Mengikuti Walker, perusahaan akan melakukan consulting dan aturan-aturan leadership.

- Mengikuti Schuler (1994), Link strategi HR dan bisnis merupakan aturan utama dalam HR; HR membutuhkan waktu untuk mengerti tentang strategi bisnis, kompetitor, teknologi dan customer, membantu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif menggunakan praktisi HR, disain HR dan aktivitasnya yang mempunyai link satu sama lain sesuai kebutuhan bisnisnya dan lebih kearah fokus customer. Schuler (1990) mengemukakan outline enam kunci sukses didasarkan pada HR yaitu: business person, ketajaman perubahan, konsultan ke organisasi/ partner, formulasi strategi dan implementasinya, talenta manager dan asset manager dan cost controller.

- Willey (1992) mengklasifikasikan aturan HR dibawah tiga heading yaitu: proses strategi, aspek legal dan aspek operasional. Diantara proses strategis, dia mengemukakan aturan atau identitas HR sebagai berikut: konsultan, penilai/ assessor, diagnostik, inovator/ agen perubahan, katalis, partner bisnis dan manager biaya. Identitas organisasi dimana aturan HR didalam konteks legal termasuk auditor/ controller, konsultan, provider dan conciliator. Aturan-aturan penting dalam aspek-aspek operasional adalah firefighter, inovator/ agen perubahan, advokat pegawai, fasilitator, formulator kebijakan dan konsultan.


- Ulrich (1993) mengemukakan bahwa kebutuhan HR pada nilai tambah adalah sebagai partner dengan line management-nya. Dia mencatat bahwa ‘Profesional HR mempunyai nilai tambah pada bisnis ketika mereka menggunakan keahlian organisasi internal dan manajemen praktis ke persyaratan kebutuhan eksternal bisnis’.

- Studi The Towers Perrin (1992) juga menyetujui pandangan ini, ‘perusahaan mempunyai gain keunggulan kompetitif dari keadaan existing atau yang mengcover inisiatif kepada kesuksesan bisnis partnership antara HR dengan line management kepada kapabilitas HR menyeluruh dengan kebutuhan bisnis’.

- Schuler (1990) menyetujui ‘organisasi ideal memiliki manager HR yang bekerja gabungan dengan line manager untuk memecahkan masalah manusia berhubungan dengan isu bisnis. Konsep dari HR menambah dampak value aturan HR’.

- Ulrich (1993) mengusulkan model konseptual tentang aturan HR yang menambah value dalam meningkatkan lingkungan yang kompleks. Dia mengurangi fokus dalam bagaimana aturan HR harus bergerak dari operasional ke strategic dan lebih kearah bagaimana praktisi HR membutuhkan kinerja untuk mengatasi kompleksitas dan aturan-aturan paradoks waktu. Dia mendiskusikan empat langkah profesional HR yang dapat menambah value pada strategi bisnis executing, membangun infrastruktur, ensuring employee, konstribusi dan managing transformasi dan perubahan.

- Framework konseptual Ulrich didasarkan dalam dua dimensi utama. Pertama, sumbu refleksi kebutuhan kompetisi dari fokus mendatang (strategik) dan fokus sekarang (operasional); dimana yang satu merupakan strategi dan yang lain complementary fokus pada operasional. Kedua, sumbu refleksi kebutuhan konflik yang dibuat oleh aktivitas HR orang didalamnya satu merepresentasikan fokus pada manusia dan yang lain merepresentasikan fokus dalam proses. Dari pengayaan dua dimensi tersebut empat tipe aturan HR dibentuk meliputi: strategic partner, change agent, administrative expert dan employe champion (gambar exhibit 2).

- Aturan ‘strategic partnes’ merupakan satu fokus dalam HR strategis dan practices dengan strategi bisnis. Administrasi hanya merupakan tradisional aturan HR. HR concern dengan disain dan membawa kepada proses efisiensi.

- Change agent’ refer kepada membangun kapasitas organisasi ke perubahan; concern dengan identifikasi perilaku yang baru yang dapat membantu perusahaan agar sustain dalam kompetisi.

- Aturan dalam ‘employee champion’ deal dengan problem hari demi hari, concern dengan kebutuhan individu pegawai.

- Aturan-aturan ganda dan dibutuhkan mensyaratkan HR practioners lebih kompeten; Ulrich, Brockbank dan Yeung (1989 b) menekankan pada studi terhadap kompetensi HR. Mereka mengemukakan tiga set kritikal kompetensi professional HR yaitu pengetahuan ke bisnisnya, delivery of HR, dan manajemen proses perubahan.

- Kompetensi-kompetensi professional HR membawa kapabilitas organisasi untuk menemukan pemenuhan kebutuhan pelanggan, aktif dalam anggota sebagai tim management dan membekali staf kepada sifat leadership untuk establishing visi bagaimana HR practices dapat memberikan empower ke organisasinya agar dapat menemukan kebutuhan pelanggan dengan komitmen menyeluruh pada visi dan kebijakan institusi dimana dapat untuk melaksanakan visi.

- Satu hal yang sangat menarik dalam studi ini adalah konstribusi relatif dari manajemen dari kompetensi perubahan yaitu sebesar 42,7 % kesemua persepsi keseluruhan efektivitas HR professional.

- Seminar lain pada area kompetensi HR dilakukan dalam aturan-aturan HRD dan kompetensi yang dihantarkan oleh ASTD (McLagan, 1989). Didalam studi ini, terdapat 35 area pengetahuan dan keahlian atau kompetensi yang diidentifikasi. Kompetensi-kompetensi ini dikelompokkan kedalam empat kategori yaitu teknikal, bisnis, interpersonal dan intelektual.

- Dalam riset-riset yang dilakukan dalam hal kompetensi oleh: Ulrich, Brockbank, Yeung, 1989 a, 1989 b; Conner dan Wirtenberg, 1993; McLagan, 1989.

- Dalam riset-riset yang dilakukan dalam hal practices and busines strategy: Mohrman, et al., 1995; Schuler dan Jackson, 1987a.

- Dalam riset-riset yang dilakukan dalam hal pendekatan pengembangan HR practicioners: Walker, 1980 dan

- Dalam hal riset-riset yang dilakukan dalam hal trends in strategic HR practices: Brewster dan Smith, 1989, Towers Perrin, 1992.

- Riset-riset tersebut masih dibutuhkan untuk mendefinisikan aturan HR. Riset itu akan membantu fungsi HR mengerti lebih lengkap nilai tambahnya bagi perusahaan mereka.


C. Methodologi

1. Pilot study/ instrument

- Dibuat kuesioner sebanyak 70 buah untuk mendefinisikan aturan-aturan HR dari review terhadap literatur dalam aturan HR dan fungsinya.

- Item-item tersebut dikembangkan melalui empat aturan kunci seperti yang dikemukakan oleh Ulrich (1993) yaitu strategic partner, change agent, employee champion dan administrative expert.

- 70 items kuesioner tersebut sebagai instrument dan respon dari sampel terhadap 35 HR practioners yang belajar.

- HR practitioners merepresentasikan mid-level generalis dari variasi unit-unit operasional di AT & T.

- Sesudah dianalisis datanya, instrument survai berisi 40 item yang dikembangkan dalam 4 aturan HR. Masing-masing 4 aturan tersebut merupakan gabungan item-item dari aturan-aturan itu.

- Jawaban partisipan merefer kepada HR professional didalam entity bisnisnya dan rata-rata kualitas dari masing-masing aktivitasnya saat ini menggunakan skala likert 5 point; dimana skala 1: rendah dan skala 5: tinggi.

- 40 item instrumen diatur didalam 4 grup, masing-masing mempunyai pengantarnya sendiri dan kemudian masing-masing dari 4 item tersebut diikuti dengan keresponden ke satu aturan dari empat aturan tersebut.

2. Sample

- Sampel digunakan untuk menguji 4 aturan yang diperoleh dari workshop dalam HR strategy yang dihantarkan ke seluruh dunia.

- Data diperoleh dari partisipan dalam persepsinya untuk mengembangkan 4 aturan-aturan tersebut.

- Secara general sampel merepresentasikan level menengah ke atas dari skala perusahaan menengah ke besar.

- Sampel tidak secara random tetapi ke perusahaan yang berinvestasi didalam HR profesional untuk menambah pengembangan profesionalnya.

- Apabila terjadi maka kemungkinan perusahaan akan menjadi lebih inovatif dan strategik, hasilnya akan bias karena isu strategik yang berhubungan dengan HR. Total 256 instrumen dikembalikan.

3. Data Analysis Procedure

- Data yang diperoleh dari studi merupakan analisis faktor untuk menginvestigasi faktor-faktor yang dapat dideterminasi dari data-data tersebut.

- Proses dari analisis faktor meliputi variasi pendekatan konseptual grup variabel dan banyak prosedur matematika dari determinan variabel diantara grupnya (Nunaly, 1978).

- Didalam analisis faktor, satu atau lebih sumber dari variance (dinamakan ‘faktor’) menggambarkan variabilitas dari item-itemnya. Hal tersebut dibuat untuk me-rotasi faktor-faktor terspesifikasi 4, 5 dan 6 solusi faktornya.

- Statistik simpel dan koefisien korelasi Pearson juga dihitung dengan hasil untuk masing-masing 4 aturan tersebut.

- Score keseluruhan untuk masing-masing 4 aturan dideterminasi oleh summary rating untuk 10 item gabungan dengan masing-masing aturan.


D. Findings

1. Result of the Simple Statistic and Pearson Correlation Coefficients

- Gambar pada exhibit 3 merefleksikan arti dari data.

- Exhibit 3




- Seperti yang diharapkan, skore lebih tinggi untuk employee champion dan administrative expert roles dan lebih rendah untuk strategic partner and change agent. Hal ini konsisten dengan aturan tradisional HR. Skala paling rendah adalah aturan strategic partner.

- Antara skore mean dan minimum untuk aturan strategic partner and change agent merefleksikan kekuatan aturan-aturan tersebut kontras dengan skor-skor ini untuk mean scores dan minimum scores bagi aturan employee champion and administrative expert.

- Seperti yang diharapkan, fungsi HR adalah masih lebih kuat dari hari ke harinya. Skore standard deviasi merefleksikan lebih homogen didalam aturan employee champion and administrative expert dan lebih bervariasi diaturan strategic partner and change agent.

- Dalam exhibit 4 berisikan koefisien korelasi Pearson untuk keempat aturan tersebut. Hasilnya merefleksikan hubungan antar aturan-aturan tersebut dari yang rendah ke menengah. Hubungan signifikan hanya dalam salah satu antara strategic partner and change agent.

- Koefisien korelasi Pearson antar dua variabel adalah 0,75.

- Gambar Exhibit 4


2. Result of The Factor Analysis

- Statistik analisis faktor mengorganisir 40 item kedalam common groups untuk melihat refleksi 4 aturan yang dihipotesiskan oleh Ulrich (1993). Dengan menggunakan metode tradisional dari analisis faktor, 40 item dikelompokkan menjadi 3 faktor yang dapat diinterpretasikan.

- Faktor 1 merefleksikan aturan strategic partner/ change agent, dan berisikan 20 item dengan muatan paling tidak 0,50 faktor ini, dihitung 26,1% dari total variance. Item-item ini termasuk sepuluh item gabungan antara aturan strategic partner and change agent. Hasil dari analisis faktor jatuh pada perbedaan antara aturan strategic partner and change agent. Terlihat indikasi bahwa abilitas untuk mengelola perubahan menjadi aturan terpisah dan ability untuk mengelola perubahan adalah hal yang kritis untuk diterapkan kekeseluruhan aturan-aturan strategis dalam HR.

- Exhibit 5 memperlihatkan gambaran dari karakteristik faktor I

- Exhibit 5


- Faktor II berisi 9 item dengan muatan > 0,50 dan dihitung sebesar 14,1% dari total variance dari referensi exhibit 6. Hanya satu item gabungan dengan aturan employee champion dan tidak mempunyai muatan > 0,5; 3 item mempunyai muatan 0,41 juga memuat 0,42 dalam faktor IV yang tidak diinterpretasikan.

- Faktor III, berisi 6 item dengan muatan > 0,5 dan dihitung sebesar 9,2% dari total variance. Item-item loading dalam faktor ini merefleksikan aturan administrative expert. 4 item gabungan dengan aturan administratif expert mempunyai loading <>

- Karakteristik dari faktor ini dapat dilihat pada exhibit 7

- Gambar exhibit 7


3. Discussion

- Data-data ini mengkonfirmasikan eksistensi 3 dari 4 aturan yang dikemukakan oleh Ulrich didalam framework aturan HR. Disarankan bahwa terdapat aturan-aturan ganda pada HR.

- Data-data tersebut tidak dapat didiskriminasikan antara aturan strategic partner and change agent.

- Jelasnya aturan HR adalah pengembangan bertahap antara aturan strategic partner and change agent mempunyai variabilitas paling besar dalam data. Hal ini menyarankan bagaimana kualitas pekerjaan menempati variasi are dari organisasi ke organisasi.

- Kekurangan variabilitas didalam rating dan rating yang lebih tinggi di area administrative expert dan employee champion disarankan bahwa HR harus kontinyu untuk lebih kuat konsistensinya di are ini.

- Sangat mungkin untuk mudah melakukan pengamatan pada gabungan pekerjaan dengan aturan employee champion and administrative expert yang merefleksikan rating lebih tinggi. Jelasnya fungsi HR lebih kuat dan professional HR belajar bagaimana berkonstribusi dalam area lain yang adalah sebagai strategic partner and change agent.

E. Implikasi

- Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa Ulrich’s HR framework dapat efektif untuk memberikan gain dalam aturan internal HR. Value dari framework ini dapat menstimulasi komunikasi dan debat apa yang praktisi HR dapat lakukan didalam HR.

- Penting dari aturan-aturan ini untuk mengkomunikasikan dengan jelas ke orang-orang HR sehingga mereka dapat melanjutkan membangun keahlian, pengetahuan dan abilitys-nya.

- Item-item ini merupakan faktor yang ditemukan dalam penelitian dan digunakan untuk memulai karakteristik yang kompleks dan aturan ganda kebutuhan praktisi HR untuk bermain. Mereka dapat berintegrasi kedalam framework dan alat diagnostik yang dapat dipergunakan oleh praktisi HR untuk career planning, succession planning, seleksi dan pengembangan.

- Satu pendekatan yang dipergunakan dari hasil survai adalah membuat profil kualitas HR diempat aturan untuk banyak tujuan organisasi.

- Menggunakan survai HR dapat menolong indentifikasi area dimana orang adalah kuat atau membutuhkan pengembangan dengan masing-masing aturan tersebut. Kemudian aksi pengembangan dapat diidentifikasi. Rating dapat diamati antara kompetensi individu dimasing-masing aturan dan pentingnya masing-masing aturan dengan tanggung jawabnya pada penugasan surat ini.

- Gaps dapat diidentifikasi dan pengembangan dapat dilakukan. Tipe-tipe analisis akan fokus mengembangkan sumber daya individual dan kelompok.

- Kegunaan lain dari survai adalah membandingkan respon dari line manager dan praktisi HR. Data dari tipe analisis akan dipergunakan untuk mendiskusikan harapan yang dibuat dan bagian/aturan yang dapat diklarifikasi dan komunikasikan.


F. Riset Mendatang

- Perlu dilakukan perubahan/perbaikan dalam survai aturan HR agar lebih dapat efektif dipergunakan sebagai alat diagnostik.


G. Critical Review

- Hasil analisis data survai hanya menggunakan alat statistik yang simple dan tidak meliputi analisis untuk mencari hubungan sebab akibat dari korelasi variabel-variabel dalam aturan-aturan HR.