Senin, 15 Februari 2010

AKTUALITAS FILSAFAT ILMU MANAJEMEN








Oleh:

RUDDY TRI SANTOSO

NIM: T4209012


PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009




1. Pendahuluan

Teori ekonomi selalu dimulai dengan pernyataan dasar yang dianggap benar yang dikenal sebagai asumsi. Asumsi tersebut dapat diperoleh dari pengamatan empiris yang terjadi berulang-ulang, diambil dari kesimpulan filsafat, atau dari ilmu pengetahuan lain. Ilmuwan positivis berpendapat bahwa asumsi tetap dianggap benar sampai ada pembuktian bahwa asumsi itu salah dan harus dibatalkan (refutable). Serangkaian pernyataan dasar yang berkaitan secara logis dan konsisten disebut model atau teori. Rangkaian pernyataan ini dapat disampaikan dalam bentuk bahasa, grafik atau dengan rumus matematika.

Ilmuwan positivis tidak lagi menyatakan bahwa tujuan ilmiah adalah untuk mencari kebenaran atau mencari hubungan yang pasti tentang sebab-akibat (causality), karena hubungan tersebut dapat bermacam-macam sifatnya seperti: korelasi, intendependensi, koeksistensi dan sebab-akibat. Ilmuwan positivis ada yang lebih menyempitkan diri lagi (positivist instrumentalism) yang berpendapat bahwa model atau teori dapat dikatakan baik bila mampu menjadi instrumen untuk :

- Menjelaskan keadaan yang terjadi dalam masyarakat (explanatory capability)

- Melakukan prediksi tentang hal-hal yang dapat terjadi (predictive capability)

Hal ini sangat penting bagi pengambilan keputusan kebijaksanaan atau membuat perencanaan. Kekuatan suatu model atau teori akan teruji karena kemampuannya menjelaskan gejala yang ada atau dapat memprediksi yang akan terjadi dan ternyata benar.

Dalam dunia ilmiah dikenal tiga metodologi yaitu: apriori, aposteriori dan reduksionis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

- Apriori, merupakan pengetahuan yang berdasarkan kesimpulan dari hal yang telah ditentukan dan bukan dari pengalaman. Apriori mengacu pada definisi atau berasal

dari ide-ide yang sudah diterima. Apriori digunakan dalam konteks deduktif, pasti, benar secara universal, dan intuitif.

- Aposteriori, merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman.

Pengetahuan ini hanya dapat dirumuskan setelah ada observasi atau eksperimen. Aposteriori digunakan dalam konsteks empiris, induktif dan probable.

- Reduksionis, merupakan perangkat metodologi yang membawa data dan persoalan dalam bentuk yang cocok bagi analisis data atau pemecahan persoalan tersebut.

Bentuk yang cocok ini dapat berarti penyederhanaan hal yang asalnya rumit. Dalam filsafat ilmu pengetahuan ada keyakinan bahwa semua bidang ilmu pengetahuan dapat direduksi dalam satu bentuk metodologi yang merangkum prinsip yang dapat diterapkan pada semua gejala.

Kesemua itu merupakan landasan dalam metodologi positivisme dan dalam paper ini akan ditelusuri sejarah perkembangannya serta implikasinya dalam ilmu ekonomi.

2. Sejarah Metodologi

Pada pertengahan abad 19 yang digunakan ukuran dalam penelitian ilmiah adalah metode induktif atau disebut inductive inference. Hukum atau teori harus dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris dengan menggunakan data-data. Pendapat ini diperkuat lagi dengan terbitnya buku System of Logic, Ratiocinative and Inductive dari John Stuart Mill pada tahun 1843. Pada Gambar 1 ditunjukkan skema pengujian hukum atau teori berdasarkan metode induktif.


Pada akhir abad ke-19 Ernst Mach, Henri Poincare, dan Pierre Duhem lebih menekankan metode deduktif atau disebut hypothetico deductive model dalam dunia ilmiah. Metode ini dapat lebih berkembang dengan pemikiran dari Vienna Circle (Wittgenstein, Schlich dan Carnap) dan ajaran pragmatis di Amerika. Tetapi secara formal metode deduktif baru dibukukan pada tahun 1948 dan hanya mampu sebagai alat untuk menjelaskan dalam dunia keilmuan (explanatory capability).

Karya Karl Popper merupakan titik pertemuan antara filosofi keilmuan lama dengan yang baru, antara metode induktif dengan metode deduktif. Popper berpendapat bahwa teori ilmiah yang terbaik harus dapat ditolak (falsifiable) setidaknya secara prinsip bila tidak sesuai dengan kenyataan empiris. Sehingga teori seperti yang diajukan oleh Freud dan Marx dan asumsi pokok dalam astrologi tidak dapat ditolak sehingga mutu ilmiahnya rendah. Popper juga membuat pemisahan antara ilmiah dan non-ilmiah. Popper mengkritik logika postitivisme yang dikembangkan oleh Vienna Circle yang berpendapat bahwa sebelum suatu pernyataan diterima sebagai ilmiah maka harus dilihat dulu kegunaannya. Popper hanya membatasi dengan kriteria ilmiah dan non ilmiah berdasarkan metode induktif tanpa melihat prinsip kegunaannya.

Berdasarkan karya Popper, Thomas Kuhn pada tahun 1962 menerbitkan buku yang berjudul: The Structure of Scientific Revolution menciptakan paradigma yang merupakan dasar utama dalam bidang ilmiah. Kuhn juga mengemukakan bahwa dalam kenyataannya teori utama dalam ilmu pengetahuan alam tidak dapat difalsifikasi secara langsung. Bila prediksi dari teori yang dihasilkan salah, logika saja tidak cukup untuk menentukan bahwa teori pokok atau asumsi tambahannya salah. Orang masih mempunyai kebebasan untuk mempertahankan teori utamanya dan menolak asumsi tambahan. Lebih jauh Kuhn berpendapat bahwa tidak ada metode yang obyektif yang dapat menentukan teori yang lebih benar atau lebih baik.

Carl Hempel dan Peter Oppenheim berpendapat bahwa dalam ilmiah, suatu kemampuan menjelaskan suatu ilmu harus mempunyai struktur logika umum sebagai berikut:

- Ada sedikitnya satu hukum atau teori yang bersifat universal dan

- Satu pernyaatan tambahan yang relevan (asumsi) yang merupakan kondisi batas.

Lebih jauh Hempel dan Oppenheim membahas tentang kemampuan ilmu untuk prediksi. Kemampuan menjelaskan digunakan untuk menerangkan kejadian alam maupun masyarakat yang telah terjadi sedangkan kemampuan prediksi berhubungan dengan hal yang belum terjadi. Kesatuan ilmu dalam kemampuan untuk menjelaskan maupun untuk prediksi sering disebut logika simetri (logical symmetry). Logika simetri ini mendapat banyak kritikan, yaitu bahwa prediksi tidak harus berimplikasi pada penjelasan dan sebaliknya.

David Hume mengemukakan tentang kausalitas, yaitu konjungsi yang tetap antara dua kejadian dalam ruang dan waktu. Yang satu disebut penyebab dan lainnya disebut efek. Hume lebih jauh juga menunjukkan kelemahan dari metode induktif. Seperti Hempel dan Oppenheim, Hume membahas juga tentang logika simetri seperti:

- Induktif dan deduktif

- Dapat dibuktikan dan tidak dapat dibuktikan

- Verifikasi dan falsifikasi.

3. Perkembangan Positivisme

Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad 19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah. Dalam tahap teologi, fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab akhir (ultimate cause) dari setiap fenomena yang terjadi. Dalam tahapan ilmiah usaha untuk menjelaskan fenomena akan ditinggalkan dan ilmuwan hanya akan mencari korelasi antar fenomena. Pengembangan penting dalam paham positivisme klasik dilakukan oleh ahli ilmu alam Ernst Mach yang mengusulkan pendekatan teori secara fiksi (fictionalist). Teori ilmiah bermanfaat sebagai alat untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu hanya terjadi bila fiksi yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang mengandung hal yang dapat diobservasi.

Meskipun Comte dan Mach mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi (Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto sedangkan pandangan Mach diteruskan oleh Samuelson dan Machlup), pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah pada abat 20 yang disebut logika positivisme (logical positivism).

Pengajaran utama dalam logika positivisme dikembangkan pada tahun 1920 oleh Moritz Schlich, Herbert Feigl, Kurt Gödel, Hans Hahn, Otto Neurath, Friedrich Waismann, Rudolf Carnap and kelompok lain yang sering disebut Vienna Circle. Logika positivisme menempati posisi sebagai filosofi empiris yang radikal, dan para pendirinya percaya bahwa hal ini merupakan awal babak baru dalam penyelidikan filosofi. Tujuan dari seluruh analisis filosofi adalah analisis logika dari ilmu yang dinyatakan sebagai positif, atau empiris, yang merupakan label dari logika positivisme.

Tugas pertama bagi logika positivisme adalah mendefinisikan apa yang menjadi tuntutan dalam penyusunan suatu ilmu pengetahuan. Hasilnya adalah untuk menganalisis bentuk logika dari suatu pernyataan. Pernyataan yang tidak hanya analitis (sebagai contoh: definisi) atau sintetis (pernyataan yang merupakan bukti dari fakta) yang digolongkan sebagai nyata secara kognitif (cognitively significant) atau bermakna. Semua pernyataan lain tidak nyata secara kognitif bila: tidak bermakna, bersifat metafisik, dan tidak ilmiah. Analisis filosofi yang menggunakan pernyataan seperti itu mungkin sebagai ekspresi sikap emosi, atau sikap umum mengenai kehidupan, atau nilai moral, tetapi tidak dapat dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan.

Untuk menjalankan program ini, para pengikut logika positivisme membutuhkan kriteria yang obyektif yang dapat membedakan antara pernyataan sintetis yang tidak bermakna. Salah satu pemikiran awal untuk menjawabnya adalah mengemukakan prinsip dapat diverifikasi (verifiability): pernyataan hanya bermakna bila dapat diverifikasi. Sayangnya, pernyataan dalam bentuk universal (seperti: semua burung gagak berwarna hitam), yang sering digunakan dalam ilmu pengetahuan ternyata tidak dapat diverifikasi.

Kriteria lainnya adalah dapat ditolak (falsifiability), sedangkan Ayer berpendapat harus dapat diverifikasi meskipun lemah, Carnap menambahkan dapat diubah bentuknya (translatability) ke dalam bahasa empiris dan dapat dikonfirmasi (confirmability). Tetapi, tidak ada satupun dari kriteria tersebut yang mampu membenarkan dalam memutuskan suatu persoalan. Dilema lain adalah adanya terminologi teori dalam pernyataan yang dibuat oleh ilmuwan. Beberapa ilmuwan positivis mengikuti Mach dalam mendesak untuk menghilangkan kriteria tersebut dalam dunia ilmiah, tetapi beberapa ilmuwan lain memegang teguh pernyataan tersebut.

Program akhir dari para ilmuwan positivis adalah menggabungkan tesis dalam ilmu pengetahuan, yaitu semua ilmu pengetahuan dapat memanfaatkan metode yang sama. Hahn meninggal pada tahun 1934 dan Schlick dibunuh pada tahun 1936 oleh muridnya yang gila. Pada waktu Hitler berkuasa dan akhirnya memerangi para intelektual menjadi penyebab utama perpecahan dalam kelompok Vienna Circle pada tahun 1930. Logika positivisme mengalami modifikasi dan akhirnya digantikan selama dua dasa warsa dengan bentuk yang lebih matang dari pengajaran para positivis yang disebut logika empirisme (logical empiricism). Dikelompokkan melalui adanya perbedaan dalam membuat analisis, ahli falsafah yang mempunyai sumbangan pemikiran adalah Carnap, Ernest Nagel, Carl Hempel, dan Richard Braithwaite.

Ada enam program pengajaran utama dalam logika empirisme. Program pertama adalah menyatukan tesis ilmu pengetahuan. Tiga program berikutnya adalah berhubungan dengan struktur dan tafsir terhadap teori. Model hipotetik-deduktif (hypothetical-deductive) dari struktur teori menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan mempergunakan teori, yang dinyatakan dalam bentuk formal seperti aksioma, struktur dari hipotetik-deduktif seperti itu tidak mempunyai arti empiris sampai beberapa elemennya (biasanya kesimpulan teori atau prediksi dari teori) diberi interpretasi empiris melalui penggunaan aturan yang sesuai. Tidak semua pernyataan mempunyai interpretasi empiris.

Yang hanya mengandung terminologi teoritis, pada khususnya, tidak dapat diinterpretasikan. Apakah pernyataan seperti itu tidak bermakna? Tidak semuanya, sesuai dengan tesis yang dapat diuji secara langsung (indirect testability thesis) pernyataan seperti itu mendapat nilai nyata kognitif secara tidak langsung jika teori yang menyertainya dapat memperkuat. Akhirnya, memperhatikan pernyataan tentang batas dan pengkajian teori, logika empiris membentuk konfirmationisme (confirmationism) sebagai kriteria utama dalam penafsiran teori. Teori mempunyai arti ilmiah jika dapat diuji. Pengujian segera dapat mengesahkan atau membatalkan suatu teori.

Penerimaan suatu teori tergantung dari derajat pengesahannya. Derajat pengesahan diukur dari:

- Suatu kuantitas dan ketelitian dari hasil pengujian yang mendukung,

- Ketelitian prosedur observasi dan pengukuran,

- Bermacam-macam bukti yang mendukung, dan bahkan

- Situasi uji yang mendukung hipotesis.

Kriteria non-empiris tambahan dalam penafsiran (seperti: kesederhanaan, kebagusan, bermanfaat, berlaku umum, dapat dikembangkan) perlu diungkapkan jika teori yang dipilih belum mempunyai dasar empiris. Dua pengajaran terakhir dari logika empirisme membahas logika dari penjelasan ilmiah. Semua penjelasan dalam ilmu pengetahuan harus dinyatakan dalam bentuk bukti deduktif. Kalimat penjelas terdiri atas kelompok kalimat, beberapa diantaranya menyatakan kondisi awal dan salah satunya berisi pernyataan umum atau hukum statistik. Deduktif-nomologis (deductive-nomological) mencakup model suatu hukum dalam penjelasan ilmiah. Sebagai tambahan penganut logika empiris percaya tentang tesis simetri; penjelasan dan prediksi merupakan hal yang simetri secara struktur, perbedaannya hanya dalam hal waktu. Pada penjelasan, fenomena yang dijelaskan telah terjadi, sedangkan dalam prediksi, fenomena tersebut belum terjadi.

Ide para ilmuwan positivis mendapat tantangan yang hebat pada pertengahan abad ke-20. Kemungkinan tetap diterimanya model hypothetico-deductive dalam struktur teori dan tesis pengujian tidak langsung tergantung dari kemampuan menjelaskan perbedaan antara terminologi yang dapat diobservasi (mengacu pada dapat diobservasi secara langsung sampai fakta tentang atom) dan terminologi yang tidak dapat diobservasi secara teoritis. Sayangnya dalam dunia ilmiah ada tingkatan observasi dan tidak ada batasan yang jelas antara terminologi teori yang mengacu pada hal yang tidak dapat diobservasi dan terminologi bukan teori yang mengacu pada hal yang dapat diobservasi.

Lebih jauh lagi, karena hal yang berhubungan dengan observasi ini bukan aktivitas yang netral tetapi memerlukan pemilihan data dan interpretasi, maka ada yang berpendapat (dari kritik yang disampaikan Karl Popper dan Norwood Hanson) bahwa semua observasi tergantung dari teori.

Berdasarkan konfirmasionisme, kegagalan memecahkan problem dalam induktif dari Hume dan sejumlah paradoks dalam penggalian pengesahan ilmu pengetahuan maka ilmuwan berusaha membangun pengesahan secara logis induktif. Bahkan Popper menantang untuk membuat pernyataan yang layak yang mempunyai probabilitas induktif yang tinggi. Pada akhirnya, banyak penjelasan dalam bermacam-macam ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi dua model hukum penjelasan ilmiah tersebut.

4. Era Sekarang

Pengaruh positivisme dalam filosofi ilmiah menurun tajam mulai tahun 1960 sampai tahuan 1970. Tidak ada penerus yang dapat mengisi kekurangan dalam filosofi positivisme. Beberapa bentuk ajaran Popper nampaknya mampu untuk mengisi kekurangan ini.

Karl Popper yang mengkritik induktivisme dan konfirmationisme, bapak dari falsifikasionisme dan rasionalisme kritis ini mempunyai cukup banyak pandangan dan pengaruh pada ahli filsafat generasi berikutnya. Mulai dari J. Agassi sampai Elie Zahar, dan termasuk beberapa pemikir seperti W.W. Bartley, P.K. Feyerabend, Noretta, Koertge, Imre Lakatos dan J.W.N. Watkins yang semua ahli filsafat tersebut mempunyai kritik atau pendapat yang dapat membuat pemikiran Popper terus berkembang.

Pemikir lainnya adalah Thomas Kuhn yang telah berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan normal dan revolusioner, paradigma dan matriks disiplin, serta pengembangan dalam analisis sosiologi yang menitikberatkan pada norma dan nilai ilmiah. Versi radikal dari pendekatan Kuhn adalah dalam ilmu sosiologi yang sekarang dikembangkan oleh grup sarjana dari Universitas Edinburgh, termasuk Barry Barnes dan David Bloor.

Grup lain yang turut mengembangkan adalah Joseph Sneed dan Wolfgang Stegmuller dari sekolah strukturalis serta Ricahard Rorty dalam pengembangan pragmatis baru. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apakah pengembangan positivisme akan menjadi satu doktrin atau pandangan lain yang lebih sederhana dalam dunia ilmiah.

5. Positivisme dan Ilmu Manajemen

Pengaruh positivisme dalam ilmu manajemen meliputi rentang waktu sekitar 40 tahun, dimulai pada akhir tahun 1930 sampai pada akhir tahun 1970. Sepanjang waktu tersebut tidak berarti pada ekonom dengan penuh kesadaran mengikuti filosofi seperti diuraikan di atas.

Dalam kenyataannya, ekonom tertentu menulis tentang metodologi yang diambil dari aliran positivisme, sedangkan ekonom lainnya menggunakan pendapat ilmuwan positivis untuk membenarkan atau untuk mempertahankan adanya perubahan tertentu dalam praktek ilmu ekonomi yang terjadi pada waktu itu. Sehingga positivisme berpengaruh secara tidak langsung, baik dalam penulisan metodologi maupun dalam pekerjaan para praktisi ekonomi.

Tiga ekonom yang tulisannya sebagian besar mencerminkan pengaruh dari positivisme adalah T.W. Hutchison, Paul Samuelson dan Milton Friedman. Pada tahun 1938 buku yang berjudul: The Significance and Basic Postulates of Economic Theory yang ditulis oleh Hutchison menyerang pendapat tentang pemilihan berdasarkan logika murni, suatu doktrin yang dipertahankan oleh Lionel Robinson enam tahun sebelumnya dalam bukunya The Nature and Significance of Economics Science. Lebih dari 50 tahun Hutchinson melanjutkan kritikannnya terhadap ilmu ekonomi yang berdasarkan pada landasan yang tidak dapat diuji.

Target kritikan tersebut mulai dari apriori yang dikembangkan oleh Ludwig von Mises sampai pada penggunaan model matematika tentang teori keseimbangan umum. Pada bab pendahuluan dalam bukunya yang berjudul: Foundation of Economic Analysis, Samuelson mengambil dari karya ahli fisika, Percy Bridgman, mendesak para ekonom mencari teorema yang secara operasional bermanfaat. Pendekatan revealed preference dari Samuelson pada teori permintaan telah menempatkan teori konsumen pada basis yang dapat diobservasi. Akhirnya, Friedman pada tahun 1953 dalam bukunya yang berjudul: The Methodology of Positive Economics memberikan argumentasi yang populer yaitu realitas asumsi suatu teori tidak relevan; apa yang diperhitungkan dalam pengkajian suatu teori adalah cukup untuk membuat prediksi dan sederhana. Melalui ciri khasnya, Friedman diakui sebagai pelopor penggunaan metodologi instrumental (yang banyak dipengaruhi oleh pandangan pragmatis Amerika dari pada positivisme), metodologi ini akhirnya disinonimkan dengan positivisme pada periode tahun 1950 sampai tahun 1960.

Dalam dunia ilmiah dikenal tiga metodologi yaitu: apriori, aposteriori dan reduksionis dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Kesemua itu merupakan landasan dalam metodologi positivisme. Paper ini akan menelusuri sejarah perkembangan metodologi tersebut serta implikasinya dalam ilmu ekonomi.

Karl Popper mempertemukan filosofi keilmuan lama dengan yang baru, antara metode induktif dengan metode deduktif. Popper berpendapat bahwa teori ilmiah yang terbaik harus dapat difalsifikasi setidaknya secara prinsip bila tidak sesuai dengan kenyataan empiris. Sedangkan Thomas Kuhn menciptakan paradigma yang merupakan dasar utama dalam bidang ilmiah. Kuhn juga mengemukakan bahwa dalam kenyataannya teori utama dalam ilmu pengetahuan alam tidak dapat difalsifikasi secara langsung.

Pengaruh positivisme dalam ilmu ekonomi meliputi rentang waktu sekitar 40 tahun (1930 – 1970). Tiga ekonom yang tulisannya sebagian besar mencerminkan pengaruh dari positivisme adalah T.W. Hutchison, Paul Samuelson dan Milton Friedman.

6. Analisis Perkembangan Filsafat Manajemen

Demikianlah kini terasa adanya kekaburan mengenai batas‑batas antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, sehingga interdependensi dan interrelasi ilmu menjadi terasa pula.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu “overview” untuk meletakkan jaringan interaksi untuk saling menyapa menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif.

Kehadiran etik dan moral menjadi semakin dirasakan, sikap pandang bahwa ilmu adalah bebas nilal semakin ditinggalkan. Tanggung jawab dan integritas seorang ilmuwan kini sedang diuji.

Karena Immanuel Kant dan semenjak Immanuel Kant (1724‑1804) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin Ilmu yang mampu menunjukkan batas‑batas dan ruang Lingkup pengetahuan manusia secara tepat, maka semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik perhatlan.

Lahirlah di abad ke‑18 cabang filsafat yang disebut sebagai Filsafat Pengetahuan (Theori of Knowledge, Erlzenntstlehre, Rennesleer atau Epistemologi) di mana logika, filsafat bahasa, matematika, metodologi, merupakan komponen‑komponen pendukungnya.

Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber dan sarana serta tata‑cara untuk menggunakan sarana itu guna menpapal pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula arti evidensi, syarat‑syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, batas validitasnya.

Dengan mendasarkan diri atas sumber‑sumber atau sarana tertentu seperti panca‑indera, akal (Verstand), akal‑budi (Vemunft) dan intuisi, berkembanglah berbagai macam school of thought. yaitu empirisme (John Locke), rasionalisme (Descartes), kritisisme (Immanuel Kant), positivisme (AugusteCompte), fenomenologi (Husserl), konstruktivisme (Feyerabend), dan lain‑lainnya yang muncul sebagai upaya pembaharuan.

Di dalam sejarah kita mengenal tiga macam epistemologi, yaitu :

Pertama dengan secara sadar dan berkelanjutan orang menempuh cara untuk menguasai serta merobah objek, melalui upaya‑upaya konkret dan secara langsung menuju ke arah kemajuan (progress, improvement) atau pun pembaharuan. Orang orang Yunani Kuno telah merintis tradisi semacam ini, yang kemudian diwarisi serta dikembangkan oleh masyarakat Barat sebagaimana terjadi seperti sekarang ini.

Kedua, dengan cara mengasingkan diri secara fisik maupun rohani, sebagaimana nenek moyang kita dahulu secara praksis melakukannya, dengan bertapa di suatu tempat tertentu hingga saat merasa telah memperoleh wangsit yang dianggapnya sebagai petunjuk jalan untuk mencapal tujuan yang diinginkan.

Ketiga, dengan membungkus objek yang drjadikan sasaran, yaitu dengan memperindahnya ke dalam suatu yang ideal. Wujud dari padanya adalah nilai‑nilal seni, sastra, mitologik yang bermuatan etik, moral ataupun agama. Dunia Timur dan juga nenek moyang kita sangat mendambakan cara ini, sehingga dunia Timur diakui sebagai masyarakat yang kaya dalam penguasaan perbendaharaan filsafat‑hidup yang dalam. Bahkan Dr. Stutterheim menilai dunia pewayangan kita sebagai gudang (arsenal) nilai‑nilal budaya dan kesopan‑santunan yang tiada tandingannya.

Karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan a higher level of knowledge maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan Filsafat Pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya : Ilmu (pengetahuan).

Filsafat ilmu yang kini semakin disadari oleh masyarakat kita akan penting‑mutlaknya untuk diajarkan tidak saja di tingkat S-1 melainkan juga program Pasca Sarjana, adalah suatu cabang filsafat yang sudah lama dikembangkan di dunia Barat semenjak abad ke‑ 18, dengan sebutan Philosophy of Science, Wissenschatlehre, atau Wetenschapsleer.

Obyek kedua cabang filsafat ini, di sana‑sini sering bertum pang tindih, namun perlu dibedakan aspek formalnya, dan jangan dikaburkan sebagaimana sementara penulis sering menunjukkan hal tersebut.

7. Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen

a. Pendahuluan

Seperti diketahui ilmu manajemen berkembang terus hingga saat ini. Ilmu manajemen memberikan pemahaman kepada kita tentang pendekatan ataupun tata cara penting dalam rneneliti, menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan manajer.
Oleh karena itu masalah ini berisikan uraian tentang perkembangan (evolusi), teori manajemen dari masa ke masa. Selain memberikan gambaran bagaimana aliran pikiran masa lalu diharapkan tulisan ini dapat memberikan sumbangan terhadap ruang lingkup dan perkembangan ilmu manajemen.

Tulisan ini juga membahas tentang terjadinya perkembangan (evolusi) ilmu manajemen. Dimana dalam ilmu manajemen dikemukakan ada beberapa aliran sebagai dasar pemikiran yang dibagi berdasarkan aliran klasik, aliran hubungan manusiawi dan manajemen modern yang merupakan cikal bakal teori manajemen yang berkembang terus dengan berbagai aliran lainnya.
Adapun aliran pemikiran klasik dikenal dengan pendekatan proses dan produksi sedangkan aliran hubungan manusiawi lebih melihat dari sisi bagaimana sumber daya manusia yang berada dalam organisasi.
Seseorang manajer hendaklah mempelajari dan memahami secara keseluruhan tentang perkembangan (evolusi) manajemen yang telah rnenghasilkan teori-teori manajemen yang muncul dari berbagai aliran, sehingga manajer dapat menggunakan teori yang paling sesuai untuk menghadapi situasi tertentu.

Dengan demikian bila seorang manajer menghadapi situasi bagaimanapun kompleksnya akan dapat mencari solusi atau membuat keputusan yang baik.

b. Perkembangan Ilmu Manajemen

Pada perkembangan peradaban rnanusia, ilmu terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu :

1. Ilmu yang mempelajari setia/seluruh gejala, bentuk dan eksistensinya yang erat hubungannya dengan alam beserta isinya dan secara universal mempunyai sifat yang pasti dan sarna serta tidak dipisahkan oleh ruang dan waktu, disebut ilmu eksakta, contoh : fisika, kimia dan biologi.

2. Ilmu yang mempelajari seluruh gejala rnanusia dan eksistensinya dalam hubungannya pada setiap aspek kehidupan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dinamakan ilmu sosial/non eksakta, misalnya : ekonomi, politik, psikologi, sosiologi, hukum, administrasi dan lain-lain.

3. IImu humaniora, kumpulan pengetahuan yang erat hubungannya dengan seni, misalnya : seni tari, seni lukis, seni sastra, dan seni suara.

IImu manajemen merupakan salah satu disiplin ilmu sosial. Pada tahun 1886 Frederick W. Taylor melakukan suatu percobaan time and motion study dengan teorinya ban berjalan. Dari sini lahirlah konsep teori efisiensi dan efektivitas. Kemudian Taylor menulis buku berjudul The Principle of Scientific Management (1911) yang merupakan awal dari lahirnya manajemen sebagai ilmu.
Di samping itu ilmu manajemen sebagai ilmu penegtahuan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Adanya kelompok manusia, yaitu kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih.

2. Adanya kerjasama dari kelompok terse but.

3. Adanya kegiatan Iproses/usaha

4. Adanya tujuan

Selanjutnya ilmu manajemen merupakan kumpulan disiplin ilmu sosial yang mempelajari dan melihat manajemen sebagai fenomena dari masyarakat modem. Dimana fenomena masyarakat modem itu merupakan gejala sosial yang membawa perubahan terhadap organisasi. Ada beberapa adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan suatu organisasi, yaitu :

1. Tekanan pemilik perusahaan

2. Kemajuan teknologi

3. Saingan baru

4. Tuntutan masyarakat

5. Kebijaksanaan pemerintah

6. Pengaruh dunia Internasional

Pada kenyataannya manajemen sulit dedifenisikan karena tidak ada defenisi manajemen yang diterima secara universal. Mary Parker Follet mendefenisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Defenisi ini rnengandung arti bahwa para manajer untuk mencapai tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin dilakukan.
Manajemen memang bisa berarti seperti itu, tetapi bisa juga mempunyai pengertian lebih dari pada itu. Sehingga dalam kenyataannya tidak ada defenisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Stoner mengemukakan suatu defenisi yang lebih kompleks yaitu sebagai berikut :

"Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar rnencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan". Dari defenisi di atas terlihat bahwa Stoner telah rnenggunakan kata "proses", bukan "seni". Mengartikan manajernen sebagai "seni" mengandung arti bahwa hal itu adalah kemampuan atau ketrampilan pribadi. Sedangkan suatu "proses" adalah cara sistematis untuk rnelakukan pekerjaan.

Manajemen didefenisikan sebagai proses karena semua manajer tanpa harus rnemperhatikan kecakapan atau ketrampilan khusus, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen
merupakan kerjasama dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).
Sampai sekarang belum ada suatu teori manajernen dapat diterapkan pada semua situasi. Seorang manajer akan menjumpai banyak pandangan tentang manajemen.
Setiap pandangan mungkin berguna untuk berbagai masalah yang berbeda-beda. Ada tiga aliran pemikiran manajemen yaitu :

a. Aliran klasik

b. Aliran hubungan manusiawi

c. Aliran manajemen modem

Tingkatan manajemen dalam organisasi akan membagi manajer menjadi tiga golongan yang berbeda :

1. Manajer lini pertama

Tingkat paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional disebut manajemen lini (garis) pertama.

2. Manajer menengah

Manajemen menengah dapat meliputi bebrapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya dan kadang-kadang juga karyawan operasional.

3. Manajer puncak

Klasifikasi manajer training pada suatu organisasi. Manajemen puncak bertanggung jawab atas keseluruhan manajemen organisasi.

c. Prinsip Teori Manajemen Aliran Klasik

Awal sekali ilmu manajemen timbul akibat terjadinya revolusi industri di Inggris pada abad 18. Para pemikir tersebut rnemberikan perhatian terhadap masalah-masalah manajemen yang timbul baik itu di kalangan usahawan, industri maupun masyarakat. Para pemikir itu yang terkenaI antara lain, Robert Owen, Henry Fayol, Frederick W Taylor dan lainnya.

1. Robert Owen (1771 -1858)

Robert Owen adalah orang yang menentang praktek-praktek memperkerjakan anak-anak usia 5 atau 6 tahun dan standar kerja 13 jam per hari. Tersentuh dengan kondisi kerja yang amat menyedihkan itu, beliau mengajukan adanya perbaikan temadap kondisi kerja ini. Pada tahun-tahun awal revolusi industri, ketika para pekerja dianggap instrumen yang tidak berdaya, Owen melihat rneningkatkan kondisi kerja di pabrik, rnenaikkan usia minimum kerja bagi anak-anak, mengurangi jam kerja karyawan, menyediakan makanan bagi karyawan pabrik, mendirikan toko-toko untuk menjual keperluan hidup karyawan dengan harga yang layak, dan berusaha memperbaiki lingkungan hidup tempat karyawan tinggal, dengan membangun rumah-rumah dan membuat jalan, sehingga lingkungan hidup dan pabrik rnenjadi menarik. Sebab itu, beliau disebut "Bapak Personal Manajemen Modem". Selain itu, Owen lebih banyak memperhatikan pekerja, karena menurutnya, investasi yang penting bagi manajer adalah sumber daya manusia. Selain mengenai perbaikan kondisi kerja, beliau juga membuat prosedur untuk meningkatkan produktivitas, seperti prosedur penilaian kerja dan bersaing juga secara terbuka.

2. Charles Babbage (1792 -1871)

Charles Babbage adalah seorang guru besar matematika yang tertarik pada usaha penilaian efisiensi pada operasional suatu pabrik, dengan menerapkan prinsip-prinsip ilmiah agar terwujud peningkatan produktivitas dan penurunan biaya. Beliau pertarna kali mengusulkan adanya pembagian kerja berdasarkan
spesialisasi pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan tertentu, sehingga pekerjaan dibuat rutin dan lebih mudah dapat dikendalikan dengan alat kalkulator. Babbage merupakan penemu kalkulator mekanis pada tahun 1822, yang disebut "rnesin penambah dan pengurang (Difference Machine)", Prinsip-prinsip dasamya digunakan pada mesin-mesin hitung hampir seabad kemudian. Pada tahun 1833 beliau menyusun sebuah Mesin analitis (Analysical Machine), yaitu sebuah komputer otomatis dan merupakan dasar computer modern, sehingga beliau sering dinamakan Bapak Komputer". Tulisannya dituangkan dalam bukunya yang beljudul "On the Economy Of Machinery and Manufactures" (1832). Beliau juga tertarik pada prinsip efisiensi dalam pembagian tugas dan perkembangan prinsip-prinsip ilmiah, untuk menentukan seorang manajer harus memakai fasilitas, bahan, dan tenaga kerja supaya rnendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Disamping itu Babbage sangat memperhatikan faktor manusia, dia menyarankan sebaiknya ada semacam sistem pembagian keuntungan antara pekerja dan pemilik pabrik,
sehingga para pekerja memperoleh bagian keuntungan pabrik, apabila mereka ikut menyumbang dalam peningkatan produktivitas. Beliau menyarankan para pekerja selayaknya menerirna pembayaran tetap atas dasar sifat pekerjaan mereka, ditambahkan dengan pembagian keuntungan, dan bonus untuk setiap saran yang mereka berikan dalam peningkatkan produktivitas.

3. Frederick W. Taylor (1856 -1915)

Frederick W. Taylor dikenal dengan manajemen ilmiahnya dalam upaya meningkatkan produktivitas. Gerakannya yang terkenal adalah gerakan efisiensi kerja. Taylor membuat prinsip-prinsip yang menjadi intinya manajemen ilmiah yang terkenal dengan rencana pengupahan yang menghasilkan turunnya biaya dan meningkatkan produktivitas, mutu, pendapatan pekerjaan dan semangat kerja karyawan. Adapun filsafat Taylor memiliki 4 prinsip yang ditetapkan yaitu :

1. Pengembangan manajemen ilmiah secara benar.

2. Pekerjaan diseleksi secara ilmiah dengan rnenempatkan pekerjaan yang cocok untuk satu pekerjaan.

3. Adanya pendidikan dan pengambangan ilmiah dari para pekerja.
4. Kerjasama yang baik antara manajernen dengan pekerja.
Dalam menerapkan ke-empat prinsip ini, beliau menganjurkan perlunya revolusi mental di kalangan manajer dan pekerja. Adapun prinsip-prinsip dasarmenurut Taylor mendekati ilmiah adalah :

1. Adanya ilmu pengetahuan yang menggantikan cara kerja yang asal-asalan.

2. Adanya hubungan waktu dan gerak kelompok.

3. Adanya kerja sarna sesama pekerja, dan bukan bekerja secara individual.

4. Bekerja untuk hasil yang maksimal.

5. Mengembangkan seluruh karyawan hingga taraf yang setinggi-tingginya, untuk tingkat kesejahteraan maksimum para kaayawan itu sendiri dan perusahaan. Buku-buku Taylor yang terkenal adalah "Shop management
(1930)", Principles Of Scientific Management (1911)", dan "Testimory Before Special House Comittee (1912)"
. Dan pada tahun 1947, ketiga buku tersebut digabungkan dalam 1 (satu) buku dengan judul "Scientific Management”.

4. HenryL Gant (1861 -1919)

Sumbangan Henay L. Grant yang terkenal adalah sistem bonus harian dan bonus ekstra untuk para mandor. Beliau juga memperkenalkan system "Charting" yang terkenal dengan "Gant Chart". Ia menekankan pentingnya mengembangkan minat hubungan timbal balik antara manajernen dan para karyawan, yaitu kerja sarna yang harmonis. Henry beranggapan bahwa unsur manusia sangat penting sehingga menggarisbawahi pentingnya mengajarkan, mengembangkan pengertian tentang sistem pada pihak karyawan dan manajemen, serta perlunya penghargaan dalam segala masalah manajemen. Metodenya yang terkenal adalah rnetode grafis dalam menggambarkan rencana-rencana dan memungkinkan adanya pengendalian manajerial yang lebih baik. Dengan rnenekankan pentingnya waktu maupun biaya dalam
merencanakan dan rnengendalikan pekerjaan.
Hal ini yang menghasilkan terciptanya "Gantt Chart" yang terkenal tersebut. Teknik ini pelopor teknikteknik modern seperti PERT (Program Evaluation and Review Techique).

5. The Gilbreths (Frank B. Gilbreth : 1868 -1924 dan Lilian Gilbreth : 1878-1972)

Suami istri ini selain rnempelajari masalah gerak dan kelelahan, juga tertarik dengan usaha membantu pekerja menampilkan potensinya secara penuh sebagai makhluk manusia. Setiap langkah yang dapat rnenghasilkan gerak dapat mengurangi kelelahan. Mereka juga terkenaI dengan tiga peran dari setiap pekerja yaitu sebagai pelaku, pelajar dan pelatihan yang senantiasa mencari kesempatan baru, atau terkenal dengan konsep "three position plan of promotion". Banyak manfaat dan jasa yang diberikan oleh manajemen ilmiah, namun satu hal penting dilupakan oleh manajemen ini, yaitu kebutuhan social manusia dalam berkelompok, karena terlalu mengutamakan keuntungan dan kebutuhan ekonomis dan fisik perusahaan dan pekerjaan. Aliran ini melupakan kepuasan pekerjaan pekerja sebagai manusia biasa.
Perhatian Lilian Gilbreth tertuju pada aspek manusia dari kerja dan perhatian suaminya pada efisiensi -yaitu usaha untuk menemukan cara satu-satunya yang terbaik dalam melaksanakan tugas tertentu. Dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah, harus memandang para pekerja dan mengerti kepribadian serta kebutuhan mereka. Ketidakpuasan di antara pekerja karena kurang adanya perhatian dari pihak manajemen terhadap pekerja.

6. Henry Fayol (1841 -1925)

Henry Fayol mengarang buku "General and Industrial management". Pada tahun 1916, dengan sebutan teori manajemen klasik yang sangat memperhatikan produktivitas pabrik dan pekerja, disamping memperhatikan manajemen bagi satu organisasi yang kompleks, sehingga beliau menampilkan
satu metode ajaran manajemen yang lebih utuh dalam bentuk cetak biru. Fayol berkeyakinan keberhasilan para manajer tidak hanya ditentukan oleh mutu pribadinya, tetapi karena adanya penggunaan metode manajemen yang tepat. Sumbangan terbesar dari Fayol berupa pandangannya tentang manajemen yang bukanlah semata kecerdasan pribadi, tetapi lebih merupakan satu keterampilan yang dapat diajarkan dari dipahami prinsip-prinsip pokok dan
teori umumnya yang telah dirumuskan. Fayol membagi kegiatan dan operasi perusahaan ke dalam 6 macam kegiatan :

a. Teknis (produksi) yaitu berusaha menghasilkan dan membuat barang-barang produksi.

b. Dagang (Beli, Jual, Pertukaran) dengan tara mengadakan pembelian bahan mentah dan menjual hasil produksi.

c. Keuangan (pencarian dan penggunaan optimum atas modal) berusaha mendapatkan dan menggunakan modal.

d. Keamanan (perlindungan harga milik dan manusia) berupa melindungi pekerja dan barang-barang kekayaan perusahaan.

e. Akuntansi dengan adanya pencatatan dan pembukuan biaya, utang, keuntungan dan neraca, serta berbagai data statistik.

f. Manajerial yang terdiri dari 5 fungsi :

1) Perencanaan (planning) berupa penentuan langkah-langkah yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan-tujuannya.

2) Pengorganisasian dan (organizing), dalam arti mobilisasi bahan materiil dan sumber daya manusia guna melaksanakan rencana.

3) Memerintah (Commanding) dengan memberi arahan kepada karyawan agar dapat menunaikan tugas pekerjaan mereka

4) Pengkoordinasian (Coordinating) dengan memastikan sumber-sumber daya dan kegiatan organisasi berlangsung secara harmonis dalam mencapai tujuannya.

5) Pengendalian (Controlling) dengan memantau rencana untuk membuktikan apakah rencana itu sudah dilaskanakan sebagaimana mestinya.

Selain hal-hal pokok diatas, masih ada beberapa ajaran Fayol lainnya yaitu :

1. Keterampilan yang dibutuhkan oleh manajer tergantung kepada tempat pada tingkatan organisasi, yang rendah lebih membutuhkan keterampilan dan kemampuan teknis dibandingkan dengan keterampilan manajerial pada manajer tingkat atas.

2. Kemampuan dan ketrampilan manajemen harus diajarkan dan dipelajari, sehingga tidak mungkin hanya diperoleh melalui praktek, timbul tenggelam sepertl orang belajar menyelam tanpa guru.

3. Kernampuan dan keterampilan manajemen dapat diterapkan pada segala bentuk dan jenis organisasi, seperti rumah tangga, pemerintah, partai, industri dan lainlain.

4. Prinsip-prinsip manajemen lebih baik daripada hukum manajemen, karena hukum bersifat kaku, sedang prinsip bersifat lebih luwes, sehingga dapat disesuaikan pada keadaan yang dihadapi.

5. Ada 14 macam prinsip manajemen dari Fayol, yaitu :

a. Pembagian kerja (Division of labor), yaitu sernakin mengkhusus manusia dalam pekerjaannya, semakin efisien kerjanya, seperti terdapat pada ban berjalan.

b. Otoritas dan tanggung jawab (Authority and Responsibility) diperoleh melalui perintah dan untuk dapat memberi perintah haruslah dengan wewenang formil. Walaupun demikian wewenang pribadi dapat mernaksa kepatuhan orang lain.

c. Disiplin (discipline), dalam arti kepatuhan anggota organisasi terhadap aturan dan kesempatan. Kepemimpinan yang baik berperan penting bagi kepatuhan ini dan juga kesepakatan yang ad ii, seperti penghargaan terhadap prestasi serta penerapan sangsi hukum secara adil terhadap yang menyimpang.

d. Kesatuan komando (Unity of commad), yang berarti setiap karyawan hanya menerima perintah kerja dari satu orang dan apabila perintah itu datangnya dari dua orang atasan atau lebih akan timbul pertentangan perintah dan kerancuan wewenang yang harus dipatuhi.

e. Kesatuan pengarahan (unity of Direction), dalam arti sekelompok kegiatan yang mempunyai tujuan yang sarna yang harus dipimpin oleh seorang manajer dengan satu rencana kerja.

f. Menomorduakan kepentingan perorangan terhadap terhadap kepentingan umum (Subordination of Individual interest to general interes), yaitu kepentingan perorangan dikalahkan terhadap kepentingan organisasi sebagai satu keseluruhan.

g. Renumerasi Personil (Renumeration of personnel), dalam arti imbalan yang adil bagi karyawan dan pengusaha.

h. Sentralsiasi (Centralisation), dalam arti bahwa tanggung jawab akhir terletak pada atasan dengan tetap memberi wewenang memutuskan kepada bawahan sesuai kebutuhan, sehingga kemungkinan adanya desentralisasi.

i. Rantai Skalar (Scalar Chain), dalam arti adanya garis kewenangan yang tersusun dari tingkat atas sampai ke tingkat terendah seperti tergambar pada bagan organisasi.

j. Tata-tertib (Order), dalam arti terbitnya penempatan barang dan orang pada tempat dan waktu yang tepat.

k. Keadilan (Equity), yaitu adanya sikap persaudaraan keadilan para manajer terhadap bawahannya.

l. Stabilitas masa jabatan (Stability of Penure of Personal) dalam arti tidak banyak pergantian karyawan yang ke luar masuk organisasi.

m. Inisiatif (Initiative), dengan memberi kebebasan kepada bawahan untuk berprakarsa dalam menyelesaikan pekerjaannya walaupun akan terjadi kesalahan-kesalahan.

n. Semangat Korps (Esprit de Corps), dalam arti meningkatkan semangat berkelompok dan bersatu dengan lebih banyak menggunakan komunikasi langsung daripada komunikasi formal dan tertulis.
Banyak kritik yang dilemparkan kepada teori organisasi dan peranannya terhadap prilaku manajer yang efektif. Juga keyakinannya bahwa prinsip-prinsip manajemen itu dapat diajarkan dan dipelajari. Kritik terhadap teori salah satu datang dari Henry Mintzberg yang menyatakan bahwa teori ini hanya sesuai untuk organisasi masa lampau yang lebih stabil dengan lingkungan yang lebih mudah diramalkan. Teori ini juga terlalu berpegang kepada kewenangan formil dan sering antara satu prinsip tidak sejalan dengan prinsip lainnya, seperti antara prinsip “Division of Labor”
dengan “Unity of Command”. Teori peralihan dari teori organisasi klasik dilanjutkan oleh periode peralihan yang diwakili antara lain oleh 3 (tiga) orang tokoh manajemen yaitu :
1. Mary Parker Folett (1868-1933)

Mari percaya bahwa adanya hubungan yang harmonis antara karyawan dan manajemen brdasar persamaan tujuan, namun tidak sepenuhnya benar untuk memisahkan atasan sebagai pemberi perintah dengan bawahan sebagai penerima perintah. Beliau menganjurkan kedudukan kepemimpinan dalam organisasi, bukan hanya karena kekuasaan yang bersumber dari kewenangan formil, tapi haruslah berasal dari pada pengetahuan dan keahliannya sebagai manajer.

2. Oliver Sheldon (1894 -1951)

Filsafat rnanajemen yang pertama kali ditulis dalam bukunya pada tahun 1923, yang menekankan tentang adanya tanggung jawab sosial dalam dunia , usaha, sehingga etika sarna pentingnya dengan ekonomi alam manajemen, dalam arti melakukan pelayanan barang dan jasa yang tepat dengan harga yang wajar kepada masyarakat. Manajemen juga harus memperlakukan pekerja dengan adil dan jujur. Beliau menggabungkan nilai-nilai efisiensi manajemen ilmiah dengan etika pelayanan kepada masyarakat. Ada 3 prinsip dari Oliver, yaitu :

a. Kebijakan, keadaan dan metoda industri haruslah sejalan dengan kesejahteraan masyarakat.

b.Manajemen seharusnyalah mampu menafsirkan sangsi moral tertinggi masyarakat sebagai keseluruhan yang memberi makna praktis terhadap gagasan keadilan sosial yang diterima tanpa prasangka oleh masyarakat.

c.Manajemen dapat mengambil prakarsa guna meningkatkan standar etika yang umum dan konsep keadilan sosial.

3. Chester L. Barnard (1886 -1961)

Berdasarkan kesukaannya dalam bacaan-bacaan sosiologi dan filsafat, kemudian Bernard merumuskan berbagai teori tentang kehidupan organsasi. Menurut dia rnanusia itu masuk organisasi karena ingin mencapai tujuan pribadinya melalui pencapaian tujuan organisasi yang tak mungkin dapat dicapainya sendiri. Chester L. Bernard beasumsi bahwa perusahaan akan
berjalan efisien dan hidup terus, apabila dapat menyeimbangkan antara pencapaian tujuan dan kebutuhan individu. Beliau juga menyatakan peranan organisasi informal sangat menentukan suksesnya suatu tujuan perusahaan.
Bukunya yang terkenal berjudul "The Functions of the Executive" (1983). Yang menulis tentang rnanajer berdasarkan suatu pendekatan sistem sosial, untuk mengerti dan menganalisis fungsi-fungsi eksekutif. Ia juga memperhatikan tugas-tugas utama eksekutif dalam kegiatan beroperasi perusahaan. Adapun tugas eksekutif adalah memelihara suatu sistem usaha kerja sarna dalam
organisasi formal. Ada beberapa alasan dalam logika analisisnya bila dilihat dalam langkah-langkah yang disajikan pada bukunya sebagai berikut :

1. Adanya pembatasan fisis dan biologis terhadap setiap individu membuat mereka bekerjasama dalam kelompok ; meskipun ada pembatasan-pembatasan dasar bersifat fisis dan biologis, adanya kerja sarna membuat
batasan psikologis dan sosial yang ada pada setiap individu inilah yang mernainkan peran dalam mendorong kerjasama.

2. Adapun tindakan kerjasama mendorong terbentuknya sistem kerjasama beberapa unsur-unsur fisis, biologis, kepribadian, dan sosial (Barnard mencontohkan kelas dalam kuliah sebagai suatu sistem kerjasama, yang
terdiri dari unsur-unsur seperti ruangan, bangku, papan tuns, manusia sebagai makhluk hidup, pribadi-pribadi, pertukaran pendapat, dan sebagainya). Adanya kelanjutan kerjasama biasanya tergantung pada efektivitas (apakah tujuan kerjasama itu tercapai ?) dan efisiensi (apakah tujuan itu dapat dicapai dengan ketidakpuasan dan pengorbanan yang seminimum mungkin dari pihak anggota yang bekerjasama ?).

3. Setiap sistem kerjasama dibagi ke dalam dua bagian yaitu : "Organisasi", yang merupakan interaksi-insteraksi dari individu yang berada di dalam sistem itu, dan "unsur-unsur lainnya".

4. Organisasi dapat dibagi ke dalam dua jenis, pertama : organiasi "formal", yaitu kumpulan interkasi sosial yang memang dikoordinasikan dan mempunyai tujuan bersama. Kedua adalah organisasi "informal", yaitu
interaksi-interaksi sosial tanpa tujuan bersama dan tidak dikoordinasikan secara sengaja.

5. Organisasi formal dapat berlangsung hanya bila orang-orang yang didalamnya (a) dapat saling berkomunikasi, (b) mau memberi sumbangan pikiran kepada kegiatan kelompok, dan (c) memiliki kesadaran mempunyai tujuan umum.

6. Setiap organisasi formal harus memiliki unsur-unsur : (a) sistem fungsionalisasi sehingga orang-orang dapat berspesialisasi dengan dibentuknya departementasi : (b) adanya sistem perangsang yang efektif dan efisien yang akan mendorong setiap orang menyumbang ke
pikirannya kepada kegiatan kelompok; (c) sistem kekuasaan ("otoritasf') yang menyebabkan setiap anggota kelompok menerima keputusan-keputusan para eksekutif : dan (d) sistem pengambilan keputusan yang logis sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.

7. Adapun tugas eksekutif dalam organisasi formal adalah : (a) menjaga hubungan komunikasi organisasi melalui suatu skema organisasi, ditambahkan dengan adanya bawahan yang setia, bertanggung jawab, dan mampu bekerja, serta satu organisasi informal" yang baik; (b) membuat perlindungan terhadap pekerjaan pokok dari individu –individu di dalam organisasi; dan (c) adanya perumusan dan penentuan tujuan perusahaan.

8. Fungsi-fungsi eksekutif mernasuki proses melalui pekerjaan eksekutif dalam mengintegrasikan keseluruhannya dan dalam menemukan keseimbangan di antara kekuatan-kekuatan dan kejadian-kejadian yang berlawanan.

9. Untuk mengefektifkan eksekutif, adanya suatu tata kepemimpinan yang mempunyai tanggung jawab tinggi; sebagaimana telah dinyatakannya bahwa Kerjasamalah, dan bukan kepemimpinan, yang rnembuat proses kreatif; tetapi kepemimpinan merupakan suatu kekuatan yang sangat
diperlukan.

d. Aliran Hubungan Manusiawi

Pada tahap aliran perilaku atau hubungan manusiawi organisasi melihat pada hakikatnya adalah sumber daya manusia. Aliran ini mernandang aliran klasik kurang lengkap karena terlihat kurang mampu rnewujudkan efisiensi produksi yang sempurna dengan keharmonisan di tempat kerja. Manusia dalam sebuah organisasi tidak selalu dapat dengan mudah diramalkan prilakunya karena
sering juga tidak rasional. Oleh sebab itu para manajer perlu dibantu dalam menghadapi rnanusia, melalui antar lain ilmu sosiologi dan psikologi. Ada tiga orang pelopor aliran perilaku yaitu :

1. Hugo Munsterberg (1863 -1916) yaitu Bapak Psikologi Industri. Sumbangannya yang terpenting adalah berupa pernanfaatan psikologi dalam mewujudkan tujuan-tujuan produktivitas sarna seperti dengan teori-teori manajemen lainnya. Bukunya "Psychology and Indutrial Efficiency", ia memberikan 3 cara untuk meningkatkan produktivitas:

a. Menempatkan seorang pekerja terbaik yang paling sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan dikerjakannya.

b. Menciptakan tata kerja yang terbaik yang memenuhi syarat-syarat psikologis untuk memaksimalkan produktivitas.

c. Menggunakan pengaruh psikologis agar memperoleh dampak yang paling tepat dalam mendorong karyawan.

2. Elton Mayo (1880 -1949) gerakan memperkenalkan hubungannya yang diartikan sebagai satu gerakan yang memiliki hubungan timbal balik manajer dan bawahan sehingga mereka secara serasi mewujudkan kerjasama yang memuaskan, dan tercipta semangat dan efisiensi kerja yang memuaskan. Disini terlihat adanya peran faktor-faktor sosial dan psikologis dalam memberi dorongan kerja kepada karyawan. Satu hal yang menarik dari hasil
percobaan Mayo dengan kawan-kawan adalah rangsangan uang tidak menyebabkan membaiknya produktivitas. Mereka menyatakan dalam meningkatkan produktivitas adalah satu karena sikap yang dimiliki karyawan yang merasa rnanajer ataupun atasannya memberikan perhatian yang cukup terhadap kesejahteraan mereka yang dikenal dengan sebutan "Hawthorne effect", Selain itu, juga ditemukan pengaruh kehidupan lingkungan sosial dalam kelompok yang lebih informal lebih besar pengaruhnya terhadap produktivitas. Mayo beryakinan terhadap konsepsnya yang terkenal dengan "Social man” yaitu seharusnyalah dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan sosial dalam hubungan yang lebih efektif daripada pengawasan ataupun pengendalian manajemen. Konsep "socialmanl”dapat menggantikan konsep "rational man” yaitu seseorang bekerja didorong semata-mata oleh kebutuhan ekonomis pribadi yang terkenal dengan julukan "rational economic man” yang oleh Robert Owen diperkenalkan dengan istilah "vital machine”. Dalam pendidikan dan pelatihan bagi para manajer dirasa semakin pentingnya "people management skillsl” daripada "engineering atau technicall skillsl”, Sehingga konsep dinamika kelompok dalam praktek manajemen lebih penting daripada manajemen atas dasar kemampuan perseorangan (individu), Walaupun demikian ada beberapa kelemahan temuan Mayo yang dinyatakan oleh orang-orang yang beranggapan kepuasan karyawan bersifat kompleks, karena selain ditentukan oleh lingkungan sosial, juga
oleh faktor-faktor lainnya yaitu tingkat gaji, jenis pekerjaan, struktur dan kultur organisasi, hubungan karyawan manajemen dan lain-lain. Gerakan hubungan manusia terus berkembang dengan munculnya pemikiranpemikiran lain yang juga tergolong dalam aliran perilaku yang labih maju. Penggunaan ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Psikologi, dan Antropologi terus dipergunakan dengan penelitian yang lebih sempurna, dan para penelitinya lebih dikenal dengan sebutan "behavioral scientists" daripada 'human relations theorists". Di antara mereka yang terkenal adalah
Argyris, Maslow and Mc Gregor yang lebih mengutamakan konsep "self actualizing man" daripada hanya sekedar "social man" dalam memberi dorongan kepada karyawan. Teori Mayo ini pun kemudian lebih ditingkatkan dengan pendapat bahwa rnanusia tidak hanya didorong oleh berbagai kebutuhan yang dikenal dengan konsep "complex-man". Karena tidak ada dua orang yang persis sarna, oleh sebab itu seorang manajer yang efektif akan berusaha mempelajari kebutuhan-kebutuhan setiap
individu yang terkait dalam organisasinya agar dapat mempengaruhi individu tersebut.

3. William Ouchi (1981) William Ouchi, dalam bukunya "theory Z -How America Business Can Meet The Japanese Challen ge (1981)", memperkenalkan teori Z pada tahun 1981 untuk menggambarkan adaptasi Amerika atas perilaku
Organisasi Jepang. Teori beliau didasarkan pada perbandingan manajemen dalam organisasi. Jepang disebut tipe perusahaan Jepang dengan manajemen dalam perusahaan Amerika -disebut perusahaan tipe Amerika. Sumbangan para ilmuan yang beraliran hubungan manusiawi ini terlihat dalam peningkatan pemahaman terhadap motivasi perseorangan, perlaku kelompok,
ataupun hubungan antara pribadi dalam kerja dan pentingnya kerja bagi manusia. Para manajer diharapkan semakin peka dan terampil dalam menangani dan berhubungan dengan bawahannya. Bahkan muncul berbagai jenis konsep yang lebih mengaji pada masalah-masalah kepemimpinan, penyelesaian perselisihan,
memperoleh dan memanfaatkan kekuasaan, perubahan organisasi dan konsep komunikasi. Walaupun demikian aliran ini tidak bebas dari kritikan, karena di samping terlalu umum, abstrak dan kompleks, sukar sekali bagi manajer untuk menerangkan tentang perilaku manusia yang begitu kompleks dan sukar memilih nasehat ilmuwan yang mana yang sebaiknya harus dituruti dalam mencapai solusi di dalam perusahaan.

e. Aliran Manajemen Modern

Muncul aliran ini lebih kepada aliran kuantitatif merupakan gabungan dari Operation Research dan Management Science. Pada aliran ini berkumpul para sarjana matematika, pisik, dan sarjana eksakta lainnya dalam memecahkan masalah-masalah yang lebih kompleks. Tim sarjana ini di Inggris, di Amerika Serikat, sesudah
perang Dunia II dikenal dengan sebutan "OR Tema” dan setelah perang dimanfaatkan dalam bidang industri. Masalah-masalah ruwet yang memerlukan "OR Tim" ini antara lain di bidang transportasi dan komunikasi. Kehadiran teknologi komputer, membuat prosedur OR lebih diformasikan menjadi aliran IImu Manajemen Modem.
Pengembangan model-model dalam memecahkan masalah-masalah manajemen yang kompleks. Adanya bantuan komputer, maka dapat memberi pemecahan masalah yang lebih berdasar rasional kepada para
manajer dalam membuat putusan-putusannya. Teknik-teknik ilmu manajemen ini membantu para manajer organisasi dalam berbagai kegiatan penting, seperti dalam hat penganggaran modal, manajemen cash flow, penjadwalan produksi, strategi pengembangan produksi, perencanaan sumber daya manusia dan sebagainya. Aliran ini juga memiliki kelemahan karena kurang memberi perhatian kepada hubungan manusia. Oleh karena itu sangat cocok untuk bidang perencanaan dan pengendalian, tetapi tidak dapat menjawab masalah-masalah sosial individu seperti motivasi, organisasi dan kepegawaian. Konsep dari aliran ini sebenarnya sukar dipahami oleh para manajer karena dapat menyangkut kuantitatif sehingga para
manajer itu merasa jauh dan tidak terlibat dengan penggunaan teknik-teknik ilmu manajemen yang sangat ilmiah dan kompleks.

f. Perkembangan Teori Manajemen

Ketiga aliran manajemen yang telah diuraikan di atas ternyata sampai sekarang berkembang terus. Aliran hubungan manusiawi dan ilmu manajemen memberikan pendekatan yang penting dalam meneliti, menganalisis dan memecahkan masalah-masalah manajemen. Demikian pula aliran klasik yang telah berkembang ke arah pemanfaatan hasil-hasil penelitian dari aliran lain dan terus tumbuh menjadi pendekatan baru yang disebut pendekatan sistem dan kontingensi. Aliran klasik dikenal dengan pendekatan proses dan operasi manajemen. Dengan terjadinya proses perkembangan yang saling berkaitan di antara berbagai aliran ini, maka kemudian sudah sulit untuk terlalu membedakan dan memisahkan antara aliran-aliran ini. Proses perkembangan teori manajemen terus berkembang hingga saat ini yang dilihat dari lima sisi yaitu :

1. Dominan, yaitu aliran yang muncul karena adanya aliran lain. Pengkajian dari masing-masing aliran masih dirasakan bermanfaat bagi pengembangan teori manajemen.

2. Divergensi, yaitu dimana ketiga aliran masing-masing berkemabng sendiri-sendiri tanpa memanfaatkan pandangan aliran-aliran lainnya.

3. Konvergensi, yang menampilkan aliran dalam satu bentuk yang sarna sehingga batas antara aliran menjadi kabur. Perkembangan seperti inilah yang sudah terjadi sekalipun bentuk pengembangannya tidak seimbang karena masih terlihat bentuk dominan dari satu rnazhab terhadap yang lain.

4. Sintesis, berupa pengembangan menyeluruh yang lebih bersitat integrasi dari aliran-aliran seperti yang kemudian tampil dalam pendekatan sistem dankontingensi.

5. Proliferasi, merupakan bentuk perkembangan teori manajemen dengan munculnya teori-teori manajenlen yang baru yang memusatkan perhatian kepada satu permasalahan manajenlen tertentu. Seperti kita ketahui hingga saat organisasi bisnis merupakan penciptaan pengetahuan dan menjadi sumber inovasi yang penting bagi manajemen. Hal ini dapat dilihat bagaimana perusahaan-perusahaan Jepang dan perusahaan besar lain di belahan dunia ini berhasil dan berkembang karena keahlian danpengalaman dari para manajer dan perusahaan secara keseluruhan menciptakan pengetahuan baru, service, system, produk. Adanya inovasi yang terus menerus sebenamya rnerupakan inisiatif dari individual dan interaksi datam kelompok sehingga perubahan terns teljadi merupakan hasil dari
pengalaman, penyatuan, diskusi, dialog yang menciptakan pengetahuan baru. Seperti yang dikatakan oleh Ikuijiro Nanoka dakam bukunya Knowledge Creating Company (1995), yang dikutip dari Dirlanudin (hal. 10, 1996) bahwa pengembangan kerangka kelja teori khususnya teori manajemen adalah :
"pengembangan kerangka kerja teori, dengan menjelaskan pada dua dimensi, epistemological dan ortological mengenai kreasi pengetahuan organisasional”. Dimensi epistemological yang digambarkan pada garis vertikal, yang mana konversi pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit. Sedangkan dimensi ortologi yang
mewakili garis horisontal, dimana pengetahuan diciptakan melalui individu-individu yang kemudian ditransformasi pada pengetahuan tingkat kelompok, organisasi dan antar organisasi dan berinteraksi secara terus-menerus".

8. Penutup

Manajer saat ini dituntut mempelajari dan memahami semua teori manajemen yang dihasilkan oleh berbagai aliran, karena manajer bisa memilih teori yang paling sesuai untuk menghadapi situasi tertentu.

Disamping itu seorang manajer dapat saja m enggabungkan dan memanfaatkan teori dan konsep yang paling cocok atau
pendekatan untuk menghadapi masalah sederhana maupun yang kompleks dan pendekatan-pendekatan ini yang menggambarkan kedudukan dan peranan manajemen saat ini dan di masa datang. Ada beberapa alasan untuk mengetahui dan mempelajari perkembangan ilmu
manajemen yang akan diuraikan di bawah ini yaitu antara lain:

1. Membentuk pandangan kita mengenai organisasi. ©2003 Digitized by USU digital library Mempelajari teori manajemen juga memberi petunjuk kepada kita di mana kita mendapatkan beberapa ide mengenai organisasi dan manusia didalamnya.

2. Membuat kita sadar mengenai lingkkungan usaha. Mempelajari berbagai teori manajemen berdasarkan perkembangannya, kita dapat memahami bahwa setiap teori adalah karena berdasarkan lingkungannya
yaitu ekonomi, sosial, politik dan pengaruh teknologi yang dirasakan pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa tertentu. Pengetahuan ini membantu setiap orang untuk memahami apa sebabnya teori tertentu cocok terhadap keadaan yang berbeda.

3. Mengarahkan terhadap keputusan manajemen. Mempelajari evolusi manajemen membantu memahami proses dasar sehingga
dapat memilih suatu tindakan yang efektif. Pada hakekatnya suatu teori
merupakan asumsi-asumsi yang koheren/logis, untuk menjelaskan beberapa fakta yang diobservasi. Teori yang absah, dapat memprediksi apa yang akan terjadi pada situasi tertentu. Dengan adanya pengetahuan ini, kita bisa rnenerapkan teori manajemen yang berbeda terhadap situasi yang berbeda.

4. Merupakan sumber ide baru. Mempelajari perkembangan teori manajemen memungkinkan kita pada suatu kesempatan mengambil pandangan yang berbeda dari situasi sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Adler, Mortimer J., (1990), editor, The Great Books of the western World, vol. 36, Adam Smith, edisi kedua, Encyclopaedia Britanica Inc.

Al-Faruqi, Ismail Raji, (1988), “Islamization of Knowledge: Problems, Principles and Perspectives” dalam Islam: Source and Purpose of Knowledge, Herndon, Virginia: International Institute of Islamic Thought, seri 5, hal. 15-64.

Arif, Nuhammad, (1978), “The Islamization of Knowledge and Some Methodoigal Issues in Paradigm Building: The General Case of Social Sciences with a Special Focus on Economics”, American Journal of Islamic Social Sciences, vol. 4, i.

Backhouse, Roger, (1994), New Direction in Economic Methodology, London: Routledge.

Blaug, M. (1997) The Methodology of Economics, Cambridge University Press, Cambridge.

Branson, William H., (1989), Macroeconomic Theory and Policy, edisi ketiga, Singapore: Harper and Row Publisher.

Butt, Nasim, (1989), “Al-Faruqi and Ziauddin Sardar: Islamization of Knowledge or the Social Construction of New Discipline?”, MAAS Journal of Islamic Studies, vol. 5 No. 2 (1989 / 1410 H.), halaman 79-98.

Choudhory, Mas’udul Alam dan Malik, Uzair Abdul, (1992), The Foundation of Islamic Political Economy, Hampshire: The Macmillan Press Limited.

Deliarnov (1997) Perkembangan Pemikiran Ekonomi, P.T. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Eatwell, J., M. Milgate, and P. Newman (1987) The New Palgrave a Dictionary of Economics, Vol. 3, The Macmillan Press Limited, London.

Essid, Yassine, (1995), A Critique of The Origins of Islamic Economic Thought”, Leiden: E.J. Brill.

Galbraith, J.K dan Darity, William, (1994), Macroeconomics, Boston: Houghton Mifflin Co.

Hasan, Zubair, (1992), “Profit Maximization: Secular versus Islamic”, dalam Sayyid Taher dan kawan-kawan, Readings in Microeconomics: An Islamic Perspective, Kuala Lumpur: Longman Malaysia.

Hasan, Zubair, (1995), “Economic Development in Islamic Perspective: Concept, Objective, and Some Issues”, Journal of Islamic Economics, vol. 1.

Huasman, D.M. (1990) The Philosophy of Economics: An Anthology, Cambridge University Press, Cambridge.

Kamali, Muhammad Hashim, (1989), Principles of Islamic Jurisprudence, (Selangor, Malaysia: Pelanduk Publication.

Keynes, John Neville, (1984), “The Scope and Method of Political economy” dalam Daniel M. Hausman, Philosophy of Economics, edisi pertama, Cambridge: Cambridge University Press.

Machlup, Firtz, (1978), Methodology of Economics and Other Social Sciences, (New York: Academic Press, halaman 5-56.

Mahmassani, Sobhi, (1987), Falsafat Tasyri fi al-Islam, Shah Alam, Malaysia: Penerbitan Hizbi, hal. 79-83.

Muslehuddin, Muhammad, (1991), Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis: Studi Perbandingan Sistem Hukum Islam, terjemahan oleh Yudian Wahyu Asmin, Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana.

Rosly, Saiful Azhar B., (1995), “Economic Principles in Islam: Some Methodological Issues”, Journal of Islamic Economics, vol. 1, vi, halaman 59-79.

Samuelson, P.A. and W.D. Nordhaus (1992) Economics, McGraw-Hill, Singapore. Suriasumantri, J.S. (1978) Ilmu dalam Perspektif, P.T. Gramedia, Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar