Rabu, 17 Februari 2010

HOW FORMAL PERFORMANCE EVALUATION AFFECTS TRUST BETWEEN SUPERIOR AND SUBORDINATE MANAGERS

HOW FORMAL PERFORMANCE EVALUATION AFFECTS TRUST BETWEEN SUPERIOR AND SUBORDINATE MANAGERS

by:

Frank Hartmann & Sergeja Siapnicar



Direview oleh:

RUDDY TRI SANTOSO

NIM: T4209012

Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2009


I. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Tujuan utama dari Evaluasi Kinerja adalah untuk: (1) mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi relatif terhadap aspek kinerja, dan khususnya untuk topik yang diuraikan di bawah ini; (2) mempromosikan interdisipliner arus informasi teknis di antara para peneliti dan profesional; dan (3) berfungsi sebagai media publikasi untuk berbagai kelompok kepentingan khusus dalam kinerja masyarakat luas. Topik yang diambil dari, tetapi tidak terbatas pada, bidang-bidang berikut:
(1) Kinerja studi komputer, komunikasi komputer, telekomunikasi dan sistem terdistribusi, (2) Sumber Daya alokasi dan metode pengendalian dan algoritma (misalnya routing dan kontrol aliran dalam jaringan, alokasi bandwidth, penjadwalan prosesor, memori manajemen), (3) Sistem keandalan, (4) Modeling dan metode analisis (misalnya teori queueing, dan penjadwalan, metode simulasi, analisis data), (5) Pengukuran teknik (misalnya perangkat lunak dan hardware monitor) dan beban kerja karakterisasi, (6) Sistem arsitektur, desain dan implementasi dibahas dari sudut pandang kinerja, (7) Evaluasi Kinerja aplikasi (sistem misalnya tuning, pengadaan, perencanaan kapasitas), (8) Studi kasus dan validasi model. Jenis artikel meliputi: pekerjaan aslinya, tutorial dan survei, berita, artikel dan buku abstrak dan resensi, dan komunikasi pendek.

Penilaian kinerja merupakan suatu proses menilai hasil karya personel dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja dengan membandingkanya dengan standar baku. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya.

1. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor :

a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.

b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel tersebut.

c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

2. Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan Penilaian kinerja secara umum:

a. Menilai kemampuan personel

Penilaian ini merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai personel secara individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas manajemen sumber daya manusia.

b. Pengembangan personel

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi.

Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk:

- Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinaan

- Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi

- Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan

- Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi karyawan

Tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid sehubungan dengan perilaku dan kinerja karyawan. Semakin akurat dan valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi organisasi.
Tujuan penilaian kinerja secara khusus:

Walaupun semua organisasi masing-masing mempunyai tujuan yang mendasar mengenai sistem penilaian kinerja, informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut dapat digunakan secara khusus bagi organisasi. Tujuan khusus tersebut dapat digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu: evaluasi dan pengembangan.

3. Aspek Evaluasi Penilaian Kinerja

Untuk melakukan evaluasi maka manajer akan menilai kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluator menggunakan informasi untuk menilai kinerja dan kemudian menggunakan data tersebut dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi dan kompentensi. Teknik evaluatif membandingkan semua pegawai satu dengan yang lain atau terhadap beberapa standar sehingga keputusan-keputusan dapat dibuat berdasarkan catatan-catatan kinerja mereka. Keputusan-keputusan yang paling sering dilaksanakan berdasarkan tujuan evaluatif adalah keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus pegawai, dan kenaikan-kenaikan lainya dalam gaji. Tujuan evalutif kedua dari penilaian kinerja adalah membuat keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing). Penilaian kinerja masa lalu merupakan faktor kunci dalam menentukan pegawai yang diinginkan lainnya. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem perekrutan, seleksi dan penempatan.

4. Aspek Pengembangan Penilaian Kinerja

Informasi yang dihasilkan dari sistem penilaian kinerja dapat juga dipakai untuk lebih memudahkan pengembangan pribadi/ karir pegawai. Dalam pendekatan pengembangan, manajer mencoba meningkatkan kinerja seseorang pegawai di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong pertumbuhan pegawai dalam hal keahlian, pengalaman atau pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan saat ini secara lebih baik. Keahlian-keahlian atau pengetahuan yang harus dicapai seseorang untuk melaksanakan pekerjaan di masa mendatang, dan tipe-tipe tanggung jawab yang harus diberikan seseorang guna mempersiapkannya terhadap penugasan-penugasan di masa mendatang. Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian pedoman kepada pegawai untuk kinerjanya di masa depan. Umpan balik ini mengenali kekuatan dan kelemahan dalam kinerja masa lalu dan menentukan arah yang harus diambil pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui secara khusus bagaimana mereka dapat meningkat di masa depan. Karena penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi masalah-masalah kinerja yang buruk, penilaian haruslah dirancang untuk mengembangkan pegawai dengan lebih baik.

5. Konsep Dasar Penilaian Kinerja

a. Memenuhi manfaat penilaian dan pengembangan

b. Mengukur/ menilai berdasarkan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan

c. Merupakan dokumen legal

d. Merupakan proses formal dan non-formal

6. Cara-cara Melakukan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara yaitu:

a. Penilaian teknik essai

b. Penilaian komparasi

c. Penilaian daftar periksa

d. Penilaian langsung ke lapangan

e. Penilaian berdasarkan perilaku

f. Penilaian berdasarkan insiden kritikal

g. Penilaian berdasarkan keefektifan

h. Penilaian berdasarkan peringkat

7. Karakteristik
Sifat khas dari suatu pengukuran kinerja adalah:

a. Pengukuran kinerja non-finansial harus dimasukkan dalam suatu sistem karena banyak tujuan organisasi yang tidak mendasarkan pada biaya. Yang termasuk disini adalah: waktu, ketersedian alat, ketepatan jadwal, dan presentase produk yang tidak salah.

b. Pengukuran kinerja harus saling menunjang bukan menimbulkan masalah.

c. Pengukuran kinerja harus dapat memotivasi pegawai untuk membantu organisasi mencapai tujuan jangka panjangnya seperti juga jangka pendek.


Pengukuran kinerja harus dapat dipakai di semua bagian. Interval waktu antar persiapan dan keluarnya produk merupakan suatu pengukuran yang meliputi beberapa daerah. Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat digunakan untuk memudahkan pengembangan pribadi pegawai.
Sistem penilaian yang sehat dapat menghasilkan informasi yang valid tentang pegawai. Jika informasi ini diumpan-balikkan kepada pegawai secara jelas dan dengan cara yang tidak mengancam, maka informasi itu dapat memenuhi dua tujuan:

1) Bila informasi mengindikasikan bahwa pegawai sudah bekerja secara efektif, proses-proses umpan balik itu sendiri dapat menguntungkan pegawai karena dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensinya.

2) Bila informasi menemukan adanya kelemahan, maka umpan balik dapat menstimulasi proses pengembangan untuk mengatasi proses kelemahan yang ada.

Untuk manajemen sumber daya manusia, proses penilaian kinerja dapat menunjukan adanya kebutuhan akan adanya pengembangan tambahan sebagai suatu alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya hasil penilaian kinerja yang mengindikasikan bahwa seorang pegawai mempunyai potensi untuk bekerja dengan baik di suatu posisi yang dipromosikan, maka pegawai tersebut mempunyai kesempatan untuk menduduki suatu posisi yang lebih tinggi.

Penilaian kinerja yang bertujuan pengembangan juga mencakup pemberian pedoman kinerja pegawai di kemudian hari. Umpan balik akan menyadarkan pegawai tentang kelemahan dan kekuatan kinerja masa lalu dan menentukan arah yang harus dipilih pegawai untuk memperbaikinya. Pegawai ingin mengetahui secara khusus, bagaimana mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka di masa mendatang. Karena penilaian kinerja dirancang untuk menanggulangi masalah-masalah kinerja yang buruk, penilaian harus dirancang untuk mengembangkan pegawai dengan lebih baik.

Didalam lingkungan bisnis, kepercayaan antar personal sangat menentukan konstribusinya dalam kinerja organisasi (Dirks & Ferrin, 2002; Zaheer, MC Evily & Perrone, 1998). Hal ini ditegaskan kembali oleh Colleti, Sedatule & Towry (2005) bahwa kepercayaan antar personal adalah sebuah tuntutan dalam ‘collaborative effort’.

Demikian pula hubungan antar personal antara supervisor dengan subordinate, sebagai sebuah kerjasama improvisasi dalam pemecahan masalah (Jones, 1995) dengan pertukaran informasi dan mengurangi kebutuhan subordinate dalam situasi kesempatan jangka pendek (Fisher, Maines, Peffer & Sprinkle, 2005).

Dengan demikian, kepercayaan interpersonal sangat penting dibutuhkan oleh supervisor untuk mengontrol situasi subordinate mereka. Supervisor menggunakan control formal seperti system ‘Performance Evaluation’ (Das & Teng, 1998; Malhotra & Munighan, 2002).

Didalam penelitian ini akan diteliti bagaimana supervisor menggunakan ‘performance evaluation system’ sebagai alat penilaian ke subordinatnya.

Investigasi ini terjadi sejak hubungan antara performance evaluation dan kepercayaan interpersonal tidak dimengerti, sebagai contoh Lau & Buckland (2001) & Lau & Shohilin (2005) melakukan investigasi sebagai efek kepercayaan dari supervisor ke subordinatnya (dalam mengevaluasi kinerjanya) dengan menggunakan matrix finansial maupun non finansialnya.

Dalam penelitian sebelumnya ketika supervisor mrnggunakan kinerja keuangan untuk melakukan penilaian akan lebih obyektif dan bisa dipercaya, tetapi studi berikutnya mempercayai bahwa menggunakan non-finansial lebih mewakili dan komplit. Riset juga meneliti tentang efek dari control formal terhadap kepercayaan.

Studi tentang atribut kepercayaan (Maihotra & Munighan, 2002; Tenbrunsel & Messick, 1999) menyatakan bahwa sistem kontrol format dapat menurunkan kepercayaan antar personal. Coletti et,al.(2005) menemukan efek positif dari kepercayaan dengan menggunakan sistem ’performance evaluation’ didalam tim. Mereka berargumentasi bahwa sistem ini merupakan esensi dalam memberikan feedback yang berisi sinyal implisit tentang saling kepercayaan.

a. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana menimbulkan kepercayaan antar personal dalam hubungan organisasional khususnya antara supervisor dengan subordinatnya,

b. Dari riset-riset terdahulu terdapat riset gap; apakah ‘performance evaluation system’ dapat dijadikan sebuah teknik pengukuran dalam kepercayaan antar personil di organisasi tersebut terutama yang menyangkut hubungan supervisor dan subordinatnya,

c. Perbedaan yang terjadi antara riset-riset terdahulu dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah menyangkut beberapa hal, yaitu:

- Sistem performance evaluation efektif dipergunakan dan bisa obyektif serta dipercaya apabila menggunakan kinerja keuangan,

- Sistem performance evaluation efektif dipergunakan dan lebih mewakili serta komplit apabila menggunakan aspek non-finansial,

- Riset ini menggunakan sistem performance evaluation dengan efek dari kontrol formal terhadap kepercayaan, dan efek positif dari kepercayaan tersebut dapat saling memberikan dengan feedback terhadap performance evaluation.

2. Perumusan Masalah

v Sebagai penemuan yang berlawanan dengan studi investigasi terhadap matriks kinerja dalam kepercayaan (Lau & Buckland, 2001; Lau & Shohilin, 2005) dapat dilakukan rekonsiliasi dengan mengetahui proses kinerjanya daripada tipe matriks kinerja yang dipergunakan.

v Dalam kontrol formal dan informal dibidang organisasi (Morand, 1995; Sttkin & George, 2005) dikemukakan perbedaan pandangan tentang proses performance evaluation secara formal yang diikuti dengan pengertiannya. Dalam hal ini yang penting adalah pengukuran situasi secara kuantitatif dan implisit secara kualitatif pada target yang akan dicapai melalui komunikasi informal

v Performance evaluation system memberi efek positif dalam kepercayaan untuk membangun integritas, honesty, akurasi dan konsistensi dalam performance evaluation daripada informal evaluation.

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Ø Mengemukakan kegunaan ’performance evaluation system’ sebagai sarana yang efektif dalam menjalin kepercayaan antara supervisor dan subordinate,

Ø Meningkatkan kualitas kerja organisasi melalui ‘performance evaluation system’,

Ø Meningkatkan fungsi managerial dalam organisasi.

II. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitiannya adalah sebagai berikut:



I. Hipotesis

H1 : Penggunaan secara formal ’PE’ system oleh supervisor mempunyai dampak efek positif kepada subordinatnya dalam membangun kepercayaan ke supervisornya.

H2 : Efek positif dari penggunaan secara formal ‘PE’ system dalam kepercayaan adalah mediasi untuk persepsi prosedural peraturan, dimana penggunaan formal dari ‘PE’ system berdampak efek positif dalam persepsi prosedural peraturan, yang mengubah efek positif kedalam kepercayaan.

H3 : Efek positif dari penggunaan formal dari ‘PE’ system dalam kepercayaan adalah mediasi untuk peningkatan kualitas persepsi dari feedback kinerja, yang merupakan penggunaan formal dari ‘PE’ system yang berefek positif dalam kualitas persepsi dari feedback kinerja, yang mengubah efek positif dalam kepercayaan

H4 : Kualitas persepsi dari feedback kinerja berdampak positif dalam persepsi prosedural peraturan.

H5 : Efek positif dari penggunaan formal ‘PE’ system dalam kinerja persepsi kualitas feedback dan peraturan serta konsekuensi dalam kepercayaan akan memberikan kekuatan kepada fungsi manager dengan mengurangi keluaran yang ‘contractible’.

II. Metode Penelitian

a. Populasi penelitian adalah 11 Commercial Bank di Slovenian, dengan sampel 160 Manager departemennya; dengan kondisi paling tidak sudah 1 (satu) tahun di posisinya dan familiar dengan ‘PE’ system. Sampel 160 Manager merupakan 61,5% rata-rata responnya.

b. Variable-variabel penelitian yang dipergunakan meliputi:

- Umur, berapa tahun di bank dan fungsi/ tugasnya,

- Sedangkan tanggung jawab responden di masing-masing tugas dan tanggung jawabnya antara lain adalah: Trading, Back Office, Investment Banking dan Assets Management, Treasury, Administration, International Operations, dan lain-lain.

c. Cara pengumpulan data penelitian adalah dengan menggunakan:

- Survey respondent dengan mendekati HR-Manager dari 18 Slovenian bank melalui kontak dari Universitas. Dari ke – 18 bank tersebut yang menyatakan kesediaannya adalah 11 bank berpartisipasi.

- Dari ke – 11 bank tersebut diambil survai ke – 260 Manager yang akan berpartisipasi dengan persetujuan HR-Departement masing-masing; terdapat 160 responden yang merespons atau 61,5% response rate.

- Survai instrument berdasarkan Web-Based, melalui email ke responden yang akan berpartisipasi melalui pengisian kuesioner menggunakan kode.

- Pengisian kuesioner dibantu dengan quidelines, dimana website di design oleh designer berpengalaman dengan warna-warna menarik dan layout yang atraktif.

- Target pengisian dari masing-masing organisasi antara 4 - 35 yang merefleksikan ukuran organisasi dan tanggung jawabnya.

d. Alat statistik yang dipergunakan;

- Untuk menguji data penelitian terhadap Formal ‘PE’ system dipergunakan istilah FORM yang terdiri dari tiga variabel yang mencerminkan tiga step dalam siklus PE yaitu: Target Setting, performance measurement dan reward. (CF. Lttner & Lacker, 2001; Otley, 1999)

- Target setting formal (FORM TS) yang terdiri dari 4 (empat) dimensi potensial dari kinerja yang diikuti dengan Balance scorecard yang dipergunakan di Lttner, Larcker & Meyer (2003). Di sini dipergunakan skala Likert 5 (lima) points. Responden juga diminta mengisi 100 points yang merefleksikan pentingnya dimensi kinerja dalam target setting tersebut.

- FORM PM dipergunakan untuk mengukur prosedur outline formal dalam target setting dengan 5 (lima) point skala Likert, diharapkan bahwa supervisor memperoleh informasi obyektif dari penilaian tersebut.

- FORM REW adalah formal reward yang merupakan obyek dari determinan obyek, juga menggunakan skala Likerts 5 (lima) point. Kuesionernya berisi tentang variabel-variabel yang menjadi bagian dari managerial reward.

- FEED atau kualitas feedback dari supervisor merupakan indikator pengembangan (Stellman, et.al.,2004) dengan skala Likert 5 point – pertanyaannya adalah: ‘supervisor saya memberi feedback terhadap kinerja tanggung jawab saya’.

- TRUST (Trust kepada supervisor) dikembangkan oleh Read (1962), yang menanyakan kepercayaan ke subordinat terhadap persepsi supervisornya.

- TENURE dan UNCERT merupakan dua control variabel mengenai tenure dan task-uncertainty. Hal ini berkaitan dengan berapa tahun pengalaman responden berada di posisinya. Hal ini merupakan kontrol kepada efek kepercayaan dari tenure (Gibbs, et.al., 2004) dan terakhir dikembangkan oleh Withey, Daft, dan William (1983). Variabel-variabel kontrol merupakan efek potensial dari ketidakpastian dalam pengukuran kinerja.

e. Software yang dipergunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis tersebut di atas adalah menggunakan SEM/ Structural Equation Model (Lohmoller, 1989; Wold, 1982, Wold, 1985) dengan menggunakan methode PLS/ Partial Least Square.

- Konstraksi dari varians – covarians - didasarkan melalui penafsiran SEM untuk meminimisasi perbedaan antara sampel covariance dengan prediksi dari model teoritikal dalam asumsi-asumsi dari distribusi normal multivariate (Chin, 1998).

- PLS mengestimasi model structural menggunakan interative OLS regression sesuai prosedur, yang menjelaskan varians dari variabel dependen dengan meminimisasikan varian residu dari semua variabel dependen (keduanya, latent dan yang diamati). Karena estimasi iterative algorithm memroses blok ke blok. PLS membutuhkan sedikit asumsi dari karakteristik distribusi data mentah dan ukuran sampel. Dipergunakan Smart PLS software versi 2.00.

- Prosedur analisis datanya adalah sebagai berikut:

1. Asesment terhadap kualitas dari measurement model yang meliputi reliabilitas, konstruk-reliabilitas dan convergent dan validitas perbedaan dari konstrukt yang direfleksikan (Bagozzi, 1994).

2. Internal consistency dari konstruk reliabilitasnya adalah Dillon-Goldstein (Tenenhaus, Vinzi, Chatelin & Lauro, 2005). Hal tersebut adalah berupa Cronbach’s alpha sebagai asumsi berikutnya dan selalu sama dengan satu. Hasilnya adalah 0,7 yang berarti model realible (Vandenbosch, 1996).

- AVE (Average Variance Extracted) merupakan indikator rata-rata varian antar konstruk (Fornell & Larcker, 1981) hasilnya > 0,50

- Langkah kedua dalam analisis PLS adalah melakukan estimasi dari spesifikasi persamaan structural. Koefisien Path menunjukkan kekuatan dan hubungan langsung antar variabel laten.

- Asesment signifikansi statistik dari estimasi parameter menggunakan prosedur bootstrap dengan 1000 penggantian. Untuk memprediksi validitas estimasi penafsiran di asses melalui cross-validated index redundancy atau stone Geisser Q2 test (Geisser, 1974; Stone, 1974). Hasilnya Q2 untuk variabel laten > 0 menyatakan bahwa model relevan prediksinya. Sehingga menurut Tenenhaus, et.al., (2005) dan Vandenbosch (1996) validitas dan reliabilitas konstruk signifikan untuk semua konstruk model.

III. Hasil Penelitian

§ Hubungan antara formal ‘PE’ dengan kepercayaan adalah berbeda untuk para manager di situasi yang berbeda, sesuai prediksi teori attribute.

§ Manager dengan fungsi outputs konstraktibilitas tinggi lebih sedikit efeknya di level formal dari supervisor mereka yang rendah outputnya.

§ Manager di fungsi back office, mempunyai efek formal dalam mengaplikasikan proses ‘PE’.

§ Untuk manager yang bukan back office, ‘PE’ mempunyai efek positif dalam kepercayaan dengan adanya feedback dan peraturan.

§ Kualitas feedback merupakan faktor penting dalam mengeksplorasi mediasi efek.

§ Untuk manager front office, peraturan dan kepercayaan tidak berhubungan, yang berpengaruh adalah lingkungan supervisor seperti penyediaan kualitas feedback di luar siklus ‘PE’ yang mengemudikan kepercayaan.

§ Dari gap penelitian yang menginvestigasi bahwa formal sistem kontrol akan membuat kepercayaan, hal ini terkendala dengan validitas dan reliabilitas item serta test-nya. Sehingga dalam penelitian mendatang harus diteliti secara lebih detail hubungan antara ‘PE’ system dan kepercayaan dengan menggunakan replikasi survai ini dan menggunakan disain eksperimental sebagai metode yang dipakai untuk melakukan konfirmasi validitas pendekatannya dan test penyebabnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar