Senin, 24 Mei 2010

Employee Commitment and Organizational Policies

Employee Commitment and Organizational Policies


by:

David A. Foote, Scott J. Seipel and

Nancy B. Johnson and Michele K. Duffy


Oleh:

Ruddy Tri Santoso

NIM: T4209012

Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

2010

A. Pendahuluan

· Konsep komitmen didalam organisasi merupakan hal yang menarik, sebagai konsekuensi antecendence dan konsekuensi variabel-variabel yang berhubungan dalam pekerjaan. Komitment organisasi sebagai konsekuensi variabel personal, aturan pemerintah dan variabel lingkungan pekerjaan sebagai prediksi dari absetecism, kinerja dan turnover (Mathie dan Zajac, 1990).

· Komitmen organisasi adalah target komitmen yang spesifik dari organisasi sebagai entity administratif, menurut Porter, et al (1974) konsep komitmen organisasi adalah:

1. Belief didalam pengakuan organizational goals dan objectives.

2. Willingness untuk bekerja keras dalam organisasi dan

3. Definite intensi didalam organisasi.

· Organizational commitment boleh jadi menjadi tujuan untuk mendeskripsikan loyalitas pegawai saat ini.

· Lewin’s (1951) mengembangkan initial teori dan riset empiris pada konsep kebijakan komitmen, dimana didefinisikan sebagai belief didalam dan pengesahan secara proaktif terhadap inisiatif specific major organizational. Didasarkan pada personal value dan organizational value yang diekspresikan ke kebijakan organisasi.

· Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh sikap, role clarity dan role conflict dalam komitmen kebijakan, seperti pengaruh dari kebijakan komitmen dalam citizenship behavior menggunakan teknik SEM (Struktural Equation Modelling).

· Konsisten dengan Rao dan Miller (1971), penggunaan komitmen pegawai kepada implementasi struktur dasar team sebagai proxy kebijakan komitmen.

· Penemuan penelitian ini berkonstribusi didalam komitmen organisasi untuk mengklarifikasi hubungan antara attitudes dan perceived roles dari pegawai dengan respect kebijakan organisasi dan tendensi pegawai kepada aturan ekstra diluar behavior sebagai kebijakan tersebut.

B. Literatur Review

1. Field Theory

o Lewin’s (1951) mengemukakan konsep teori komitmen kebijakan dimana proxy dan elemen utama environment merupakan aturan substansi didalam reaksi determinan individual ke lingkungannya.

o Field theory diketemukan sebagai aplikasi utama didalam disiplin yang berbeda seperti: physic, psychology dan bisnis (Douglas et al., 2001).

o Dibidang sosiologi, field theory dideskripsikan sebagai konseptual framework diantara tekanan psychologis sebagai dampak aksi sosial pada semua point didalam waktu untuk dimengerti.

o Individual value berdeterminan dimana tekanan-tekanan mempunyai penggunaan positif atau negatif dan kombinasi tekanan positif dan negatif yang berdampak pada individual yields dalam penggunaan net untuk semua behavior yang prospektif.

o Behavior berdampak hanya pada tekanan saat ini dan aktif untuk individual pada momen sesaat. Diamond (1992) mencatat bahwa pengharapan dimana kebijakan (publik) sukses tergantung pada pengertian memotivasi manusia atau positif dan negative (sebagai determinan value) tekanan psychologis yang berdampak terhadap behavior relatifnya kepada kebijakan. Hampir sama, ekspektasi manajemen dimana kebijakan organisasi sukses tergantung pada pengertian positif dan negatif tekanan psikologis pegawai mereka dalam kebijakannya.

2. Komitmen Kebijakan

o Konsep salience-Clarity dan Prominence sebagai obyek-merepresentasikan aspek penting dari pilihan yang rasional (Diamond, 1992). Kebijakan spesifik organisasi merepresentasikan target particular salient untuk komitmen pegawai melalui struktur mereka dalam fokus dan kristalisasi perkiraan pegawai dan behaviornya.

o Kebijakan organisasi merupakan elemen spesifik dari lingkungan pekerjaan yang berdampak langsung pada aktivitas pekerjaan pegawai sehari-hari, interaksi mereka dengan coworker dan hubungan employer-employee. Artikulasi eksplisit dari credos implicit (actual/intended), kebijakan organisasi represent corporate values yang membantu pengambilan keputusan manager dan supervisor dan ketajaman pengalaman kerja pegawai, dampak segera behaviornya, hubungan pekerjaan, kompensasi dan sense of security.

o Misal: High value produktivitas implikasi policies high productivity

monitor and reward employees work rate performance.

o Implementasi organisasi dengan berbagai kebijakan internal dan eksternal dapat berdampak pada organization’s work force. Misal: downsizing, relocating, restructuring, upgrade technology, zero tolerance drug and alcohol initiatives, kompensasi dan rencana promosi, on-site educational program and daycare facilities, quality-focus initiatives dan employee participation programs.

o Rao dan Miller (1971, 82) mencatat bahwa ‘sebuah variabel dipakai sebagai subtitusi untuk variabel teori spesifik disebut sebagai sebuah variabel proxy’.

o Untuk menyeleksi kebijakan spesifik dalam pengukuran dipergunakan kebijakan sebagai proxy untuk kebijakan komitmen.

o Komitmen pegawai untuk mengimplementasikan struktur dasar tim didalam sebuah organisasi dengan struktur hirarkhi tradisional sebagai proxy excellent untuk tipe kebijakan perusahaan merupakan struktur mekanisme dengan tujuan values seperti authority, rigidly dengan aturan-aturan dan risk-avoidance (Oldham dan Hackman, 1981) dimana dari dasar tim atau struktur organisasi yang mempunyai tujuan values seperti cooperation, flexibility, responsibility dan innovation (Magjuka dan Baldwin, 1991).

o Menurut field theory, obyek pendekatan manusia dengan positive utility dan menghindari obyek dengan negative utility (Diamond,1992) dan seperti yang dikemukakan sebelumnya; positif atau negative utility dari obyek dideterminasi oleh individual own values (Lewin, 1951).

o Praktisnya, employee yang memiliki own value lebih setuju dengan value-value didalam konsep struktur dasar tim dan lebih mudah secara internal membuat inisiatif baru dan mengakui struktur baru yang lebih proaktif untuk diimplementasi.

C. Model Riset dan Hipothesis

· Gambar 1 menunjukkan model riset penelitian ini, dimana attitude dan role clarity merupakan harapan untuk mempengaruhi secara positif pengaruh kebijakan komitmen dan role conflict adalah harapan untuk pengaruh negatif kebijakan komitmen.

· Selanjutnya, kebijakan komitmen diharapkan berpengaruh positif dalam citizenship behavior.




1. Attitude

o Campbell (1963) berargumentasi bahwa attitudes adalah sebuah pembelajaran sebagai hasil dari pengalaman dengan target particular.

o Fishbein (1967) mencatat bahwa attitudes datang dari suatu beliefs tentang objects attitude.

o Script theory (Abelson, 1976,1981) menginformasikan bahwa pengalaman individu dengan objects attitude generate reactive scripts atau skema, masing-masing bentuk individu yang bertendensi generalis kepada pertemuan obyek yang sama.

o Attitude didefinisikan sebagai tendensi psikologis untuk mengevaluasi target particular hasil bagian dari ‘psychological past’ yang berkonsisten sebagai telanan penting manusia dalam suatu waktu (Lewin,1951).

o Hal tersebut merupakan aturan penting dalam employee beliefs tentang value dan efficacy kebijakan. Apabila semua pengalaman positip maka kebijakan akan positif dimasa yang akan datang. Didalam kasus ini, employee yang mempunyai attitude dalam sebuah tim adalah positif dan mempunyai level pengalaman lebih tinggi pada komitmen konsep sebuah tim didalam organisasi.

o Hipotesis yang diajukan adalah:

H1 : Attitude toward self-directed work teams will be positively related to commitment to implementation of a team concept.

2. Role Clarity

o Beberapa studi mengindikasikan aturan antecendents ke komitmen organisasi (Mathieu dan Zajac,1990).

o Role clarity merefer kepada penambahan employess possess terhadap pengertian pada ’fit’ mereka dan ’fungsi’ yang diberikan.

o Employees yang mengerti dengan jelas aturan organisasi akan menemukan pengalaman ‘less anxiety’ dan level komitment yang lebih tinggi (Allen, et al., 2001).

o Hampir sama dengan itu, employees yang mengerti dengan jelas aturan-aturan atau fungsi-fungsi dengan respect kebijakan organisasi harus memiliki level lebih tinggi pada komitmen kebijakan.

o Hal ini konsisten dengan field theory yang mengklarifikasi harapan employee terhadap dampak spesifik kebijakan dari level ketidakpastian dan ultimate behavior yang respect dengan kebijakan (Lewin, 1951).

o Secara spesifik diharapkan bahwa employees yang mengerti dengan jelas aturan-aturan mereka akan lebih suportif dan komitmen terhadap implementasi konsep tim , sehingga hipothesisnya adalah:

H2 : Role clarity will be positively related to commitment to implementation of a team concept.

3. Role conflict

o Role conflict adalah negative role state dimana dua atau lebih pengharapan ditempatkan pada pegawai untuk mempertemukan satu pengharapan dalam meeting (Rizzo, et al.,1970).

o Role conflict ditunjukkan sebelumnya dapat positif berhubungan dengan job dissatisfaction dan tekanan psikologis (Schaubroeck, et al.,1989) dan kurang memuaskan pengalaman kerja dengan level rendah dari komitmen (Allen dan Meyer, 1990).

o Selanjutnya, peningkatan pengaruh role conflict pada ketidakpastian terhadap kebijakan, berdampak negatif pada behavior kebijakan tersebut, berlawanan dengan konsistensi field theory (Lewin, 1951).

o Dengan demikian, employees yang berpengalaman dalam role conflict mempunyai level komitmen lebih rendah.

o Diharapkan employees yang mempunyai pengalaman konflik membutuhkan aturan untuk mengurangi komitmen pada implementasi konsep tim, sehingga:

H3 : Role conflict will be negatively related to commitment to implementation of a team concept.

4. Citizenship behavior

o Determinan value individu dimana tekanan dapat positif atau negatif penggunaannya untuk mereka, dan kombinasi tekanan positif dan negatif berdampak dalam individuals yield net utility untuk banyak prospektif behavior (Lewin, 1951).

o Internalization, seperti dalam bentuk psikologis, hasil dari perceived antara personal values dan organizational values (Kelman, 1958).

o O Reilly dan Chatman (1986) menemukan hubungan kuat antara internalization dan prosocial organizational behaviors termasuk ekspenditure personal (misal: extra role) waktu dan effort.

o Organ (1988) mengemukakan organizational citizenship behavior sebagai discretionary organizational behavior yang tidak segera eksplisit diakui dalam sistem reward dan behavior adalah prosocial (misal: promosi berdampak efektif pada organisasi).

o Organizational citizenship behavior berisi lima dimensi: altruism, courtesy, sportsmanship, conscientiosness dan civic virtue (Organ, 1988).

o Menurut organ (1988), altruism dan courtesy membantu behaviors dengan tujuan specific person, dan sportsmanship adalah complaining behavior (atau kesenjangan) yang bertujuan ke supervisornya. Sehingga, conscientiousness meliputi behavior ‘above dan beyond’ pada kebutuhan aturan formal dan informal dan civic virtue berimplikasi pada sense of involvement dikebijakan yang diadopsi (Organ, 1988).

o Konsekuensinya karena fokus studi dalam komitmen ke kebijakan organisasi, perhatian penelitian pada consclentiousness dan civic virtue dimensi dari citizenship behavior. Diharapkan bahwa extra effort (misal: discretionary kinerja) membantu suksesnya kebijakan organisasi yang dihasilkan dari komitmen atas dasar internalization yang akan memulai dalam aturan ekstra behavior untuk mendukung kebijakan.

o Didalam penelitian ini, employees level dari komitmen untuk mengimplementasikan konsep tim harus positif berhubungan dengan conscientiousness dan civic virtue citizenship behaviors, sehingga hipothesisnya adalah:

H4a : Commitment to implementation of a team concept will be positively related to conscientiousness.

H4b : Commitment to implementation of a team concept will be positively related to civic virtue.

5. Factor Structure of Policy Commitment

o Struktur konstruk komitmen bervariasi menurut beberapa literatur.

o Angle dan Perry (1981) menemukan dukungan untuk dua model dimensi dari komitmen yang termasuk affective (komitmen didasarkan pada ucapan) dan continuance (komitmen didasarkan pada kesenjangan acceptable alternatif) komponen.

o Meyer, et al., (1993) mengemukakan tiga komponen konseptual dari komitmen diantara komitmen organisasi dan komitmen bertujuan konstruk kesempatan. Tiga dimensi tersebut adalah affective commitment, continuance commitment dan normative commitment (komitmen didasarkan pada obligations).

o Blau (2003) menambahkan menjadi empat dimensi dengan memisahkan continuance dimension menjadi dua komponen yaitu: accumulated costs dan limited alternatives.

o Karena congruence antara employee personal value dan value didalam kebijakan organisasi merupakan hal yang sentral dalam definisi komitmen kebijakan dan individu value merupakan determinan tekanan positif atau negatif (Lewin, 1951), kebijakan komitmen merupakan undimensional dan affektif secara original/nature.

A. Metodologi Riset

1. Sampling dan data collection

ü Populasi riset terdiri dari production workers dan lower-level supervisor di perkotaan. Midwesters VS Industrial Plant.

ü Perusahaan beroperasi lebih dari 30 tahun, dan unionized plant dengan struktur hirarkhi kuat.

ü Partisipasi didalam studi optional dan tidak ada identifikasi informasi yang terobsesi; partisipan anonym.

ü Kuestioner didistribusikan ke responden dan komplit di lokasi dan diserahkan langsung ke lead researcher.

ü Dari 248 employees dari plant, 154 partisipasi dan 148 survai dipergunakan, response rate 59,7%.

2. Pengukuran

ü Data demografi termasuk umur, sex, ras dan level pendidikan.

ü Komposit reliabilitas untuk konstruk studi dikalkulasi sebagai: (Square of summation of the factor loadings) / {(square of the summation of the factor loadings) + (summation of the corresponding error terms)}.

ü Pengukuran konsistensi internal dari konstruk membolehkan bukan sebagai factor loadings (Bagozzi dan Yi, 1988); yang mensyaratkan minimum 0,60 untuk komposit reliabilitas.

ü Attitude diukur dengan 2 items (How do you feel about your prior work experience with self-directed work teams? And How did you feel about self-directed work teams before you became involved with them at your current employer?).

ü Komposit reliabilitas pengukuran ini adalah 0,83.

ü Role clarity and role conflict diukur menggunakan item-item yang diadopsi dari Rizzo, et al (1970) dimana dua skala dilaporkan mempunyai reliabilitas 0,78 dan 0,82.

ü Role clarity termasuk 6 items dan role conflict 4 items. Komposit reliabilitas dari dua skala ini adalah 0,76 (role clarity) dan 0,79 (role conflict). Jawaban responden mengindikasikan agreement mereka dalam 7 point skala Likert dengan range antara 1 (strongly disagree) sampai 7 (strongly agree).

ü Kebijakan komitmen diukur menggunakan 4 item dari OCQ (Porter, et al.,1974) dan 3 item dari Meyer, et al.,(1993). Semua item dimodifikasi untuk merefleksikan komitmen kearah transisi organisasi pada struktur dasar tim sebagai proxy untuk kebijakan komitmen dan responden menjawab untuk mengindikasikan agreement mereka dalam 7 point skala Likert dengan range antara 1 (strongly disagree) ke 7 (strongly agree). Komposit reliabilitas untuk skala kebijakan komitmen adalah 0,88.

ü Akhirnya, conscientiousness (3 items) dan civic virtue (3 items) dimensi organizational citizenship behavior diukur menggunakan OCB subscales yang ditemukan didalam Niehoff dan Moorman (1993). Psychometric properties pengukuran ini sebelumnya dilaporkan didalam Podsakoff, et al (1990) dan Moorman (1991).

ü Seperti dalam skala sebelumnya, responden menjawab dan mengindikasikan agreement-nya dalam 7 skala Likert dengan range antara 1 (strongly disagree) sampai 7 (strongly agree). Komposit reliabilitasnya adalah 0,84 dan 0,79 (lihat lampiran).

3. Statistical Analysis

ü Fase inisial pada analisis meliputi eksplorasi dan konfirmasi dari struktur dengan tujuan konstruk policy commitment.

ü Data dipisahkan kedalam dua random yang diseleksi tetapi dengan sampel sama – satu sampel dipergunakan untuk mengeksploitasi analisis faktor dan yang lain sebagai CFA (Confirmatory Factor Analysis).

ü Evaluasi konstruk sebelumnya melalui CFA juga berhubungan dengan SEM. Hal ini konsisten dengan literatur sebelumnya (Joreskog, et al.,1996) yang menyatakan investigasi model pengukuran konstruk dengan model struktural.

ü Pengukuran Goodness – of – fit yang dipergunakan dalam evaluasi model termasuk RMSE (Root Mean Square Error of Approximation), rasio statistik x2 terhadap df, NNFI (non-normed fit index), GFI (Goodness of Fit Index) dan CFI (Comparative Fit Index).

ü Standard pengukuran generalnya adalah: RMSEA ≤ 0,10, x2 / df ≤ 3,00, NNFI ≥ 0,90, GFI ≥ 0,90 dan CFI ≥ 0,90 untuk good model fit dimana GFI dan CFI diskala dari 0 – 1.

ü Joreskog dan Sorbom (1996) mencatat bahwa NNFI values ≥ 1.

ü Selanjutnya GFI diketahui bias didalam kasus dimana model df relatif besar dari size sampel dan jumlah parameter dapat diperkirakan tidak besar dalam kasus ini.

ü Sehingga Hu dan Bentler’s (1999) menyarankan untuk menggunakan satu atau lebih relatif fit yang mengindikasikan standardized Foot mean square residual (SRMR ≤ 0,08 untuk good fit) yang diikuti.

ü Hal ini menyatakan bahwa subset pengukuran comparative goodness of fit akan solit dengan model yang diseleksi dan dikembangkan. SEM dan CFA untuk mengevaluasi menggunakan LISREL 8,54 software program.

B. Hasil

1. Measurement Model

ü Tabel 1 menunjukkan mean, SD, Skewness dan kurtosis




ü Tabel 2 menunjukkan analisis CFA fit yang mengindikasikan konstruk kebijakan komitmen secara single.



ü Tabel III menunjukkan indikasi dari pengukuran all goodness of fit sebagai adequate fit. Dimana Bagozzi dan Yi (1988) mensyaratkan minimum 0,60 untuk komposit reliabilitas dan individual factor loading 0,70 yang mengindikasikan strong evidence dari validitas convergent dengan faktor loading yang signifikan dan mengindikasikan evidence yang lemah.





ü Tabel IV menunjukkan faktor loading dari item masing-masing konstruk seperti komposit realibilita. Beberapa faktor loading tidak menggambarkan strong evidence dari validitas convergent seperti yang diharapkan, semua faktor loading signifikan di p ≤ 0,01 untuk kebijakan komitmen dan konstruk role conflict. Kebanyakan faktor loading untuk konstruk role clarity signifikan dalam semua pengukuran dan mengindikasikan strong evidence dari validitas convergent.




ü Tabel V menunjukkan korelasi antar konstruk untuk mendeterminan validitas diskriminan. Tidak ada korelasi yang diakui limitnya (≥ 0,90), mengindikasikan tidak ada problem yang mudah dilihat dengan validitas diskriminan tersebut.



ü Semua data dikumpulkan pada suatu waktu, analisis eksplorasi dilakukan untuk semua item dalam penelitian untuk mengevaluasi kemungkinan dari metode yang bias, seperti disarankan oleh Podsakoff, et al (2003).

ü Solusi faktor yang tidak berotasi mengindikasikan fakta 7 faktor yang menjelaskan: 23,66; 9,05; 7,54; 6,44; 5,69; 5,16 dan 4,61% dari variance. Tidak ada single factor dihitung untuk mayoritas dari 62,16% to variance yang dijelaskan dengan analisis, hal ini merupakan metode variance yang bukan determinan utama dari penemuan.

1. Structural Model

ü Structural model dikonstruk untuk hubungan antara attitude, role clarity dan role conflict ke policty commitment, dengan successive linkt ke pengukuran OCB dari conscientiouness dan civic virtue (gambar 1).

ü Initial model menunjukkan fit yang reasonable dengan indikasi jelas dari statistik signifikan yang positif hubungannya (p < style="">attitude dan role clrity dengan policy commitment, dan successive relationship dari policy commitment antara conscientiousness dan civic virtue. Hubungan antara role conflict dan policy commitment negatif tidak signifikan (p ≈ 0,32).

ü Model diluar hubungan yang tidak signifikan tidak material berubah ke hubungan yang lain (gambar 2).

ü Final model mengindikasikan adequate model fit: RMSEA = 0,055; x2 (184) = 262,22; x2 / df = 1,43; NNFI = 0,94; GFI = 0,87; CFI = 0,94 dan SRMR = 0,079.

ü Semua factor loading signifikan pada p < style="">role clarity item RCL 3, seperti yang dikemukakan di depan.

ü Index GFI terasa lurus dan acceptable secara general dengan range ≥ 0,90, artifact dari df yang besar relatif pada ukuran sampel dan relatif kecil pada parameter estimasi. Semua faktor diluar fit diindikasikan pada range yang acceptable.

ü Model menunjukkan hasil gabungan dari uji hypothesis H1, dimana hypothesis terhadap attitude membawa team work kearah hubungan positif terhadap komitmen untuk mengimplementasikan konsep tim yang didukung oleh data (path coefficient = 0,41, p <>

ü Hipothesis H2 tentang role clarity positif dengan komitmen untuk mengimplementasikan konsep tim, juga signifikan pada p < style="">path coefficient 0,59).

ü Tidak ada yang mendukung H3 (p > 0,30) dimana hypothesis role conflict negatif dalam implementasi konsep tim.

ü H4a dan H4b, dimana prediksi komitmen untuk implementasi konsep tim positif berhubungan dengan conscientiousness dan civic virtue dimension dari OCB, didukung data (p < style="">respective path coefficient 0,32 dan 0,57.





F. Diskusi

· Tujuan penelitian ini adalah untuk mengintroduce konstruk kebijakan komitmen dan menguji pengaruh attitude, role clarity dan role conflict on policy commitment seperti pengaruh dari komitmen kebijakan dalam citizenship behavior.

· Dimulai dengan pengembangan model riset untuk mengidentifikasi attitude, role clarity dan role conflict sebagai prediksi komitmen kebijakan dengan successive link dimana komitmen kebijakan diprediksi oleh conscrentiousness dan civic virtue citizenship behaviors.

· Model riset fit data mengindikasikan bahwa positive attitude dan pengertian yang jelas tentang sebuah aturan dapat memprediksi policy commitment. Hasilnya mengindikasikan bahwa policy commitment diprediksi dari conscientiouness dan civic virtue behaviors.

· Individu dengan attitude inisiatif sendiri kedalam tim lebih favorable dan komitmen dalam implementasi konsep tim.

· Aturan lebih komitmen untuk mengimplementasikan konsep tim daripada yang tidak mengerti tentang aturan.

· Role clarity adalah prediksi komitmen dalam field theory untuk mengurangi ketidakpastian dalam behavioral response ke target obyek (Lewin, 1951), dalam hal ini kebijakan untuk mengimplementasikan konsep tim.

· Hasil akhir adalah individu yang mempunyai komitmen juga lebih dapat mengimplementasikan konsep tim dan konsisten dengan internalization of values.

G. Kesimpulan

· Riset tentang konsep komitmen di organisasi merupakan target organisasi dalam empat dekade ini, khususnya tentang hubungan antara individu dan organisasi (Mathie dan Zajac, 1990). Pengembangan komitmen organisasi merupakan domain dalam komitmen pekerjaan.

· Loyalitas antara organisasi dengan pegawai saat ini diperkirakan hanya 5 tahun dimana jika pegawai tidak komitmen dengan organisasi akan meninggalkan dalam jangka waktu tersebut.

· Loyalitas pekerja secara struktur partikular (misal: tim) atau metode operasional (misal: employee participation) dimana pekerja pindah dari satu organisasi ke organisasi lain dan merespon perubahan struktur dan metode operasional di organisasinya.

· Sebagai sebuah boundaries yang menjadi hal nyata dan lebih ’virtual’, pengertian tentang komitmen kerja harus dikembangkan dan tidak terbatas pada organizational institutions.

1. Implikasi untuk praktisi:

Ø Hubungan antara role clarity dan kebijakan komitmen merupakan kepentingan pekerjaan untuk memberi pengetahuan kepada pegawai tentang aturan organisasi. Confuse tentang aturan yang satu ke level yang lebih tinggi dari komitmen akan diterjemahkan kepada level dibawahnya untuk effort dalam mendukung management.

Ø Implementasi kebijakan akan meningkatkan komitmen dan membuat lebih besar conscientiousness dan civic virtue.

2. Implikasi untuk periset:

Ø Perlu dilakukan riset lintas organisasi yang bervariasi dan populasinya mencakup professional dan non professional employees.

Ø Untuk riset yang akan datang harus dilakukan secara empiris tentang hubungan antara policy commitment dan variabel lain sebagai konstruk seperti: skill variety, challenge, grup cohesiveness, stress, output measure, attendance dan turnover.

Ø Kajian longitudinal untuk komitmen kebijakan serta dampaknya juga untuk international setting didalam uji perbedaan antecendent dan komitmen dalam komitmen kebijakan melalui kultur.

3. Keterbatasan

Ø Sampel relatif kecil dan sangat homogen (N = 148; 88,6% laki-laki 93,2% kulit putih dan 80% tidak tamat universitas).

Ø Karakteristik sampel butuh lebih besar dan lebih heterogen.

Ø Responden anonim sehingga tidak jelas mana posisi yang managerial atau bukan?

Ø Terjadi bias dalam social desirability.

1 komentar:

  1. apa ya bedanya komitmen dengan komitmen kebijakan pak?
    definisi dari komitmen kebijakan sendiri apa?
    kenapa peneliti menggunakan policy commitment sebagai variabel indpenden untuk OCB?

    BalasHapus