Senin, 24 Mei 2010

Mengukur Risiko Sistemik Sebuah Bank Melalui Rasio Tingkat Efisiensi Bank; Ditinjau Dari Sisi Internal Bank

Mengukur Risiko Sistemik Sebuah Bank Melalui Rasio Tingkat Efisiensi Bank; Ditinjau Dari Sisi Internal Bank

Oleh: Ruddy Tri Santoso*)

A. Pengantar

Akhir-akhir ini risiko sistemik sebuah bank menjadi pokok bahasan yang menarik sejak kasus Bank Century bergulir sampai digiring ke Pansus Bank Century di DPR beberapa waktu lalu.

Perdebatan sengit terjadi hanya sekedar untuk menentukan kriteria sistemik atau tidaknya sebuah bank. Anehnya perdebatan tersebut sering tidak didasarkan pada pendekatan teoritis dan praktis bahkan terkadang malah menjadi debat kusir yang tidak mempunyai landasan ilmiah, akademik maupun aturan yang jelas dari otoritas moneter nasional.

Tulisan berikut akan mengkaji tentang tata cara pengukuran risiko sistemik sebuah bank dengan melalui rasio tingkat efisiensi bank itu sendiri ditinjau dari sisi internal bank dan mengabaikan faktor makro ekonomi ataupun kondisi perekonomian nasional. Disini dianggap bahwa kondisi perekonomian nasional dalam kondisi ‘ceteris paribus’.

Terdapat dua pendekatan yang dipergunakan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam menilai risiko sistemik tidaknya sebuah bank melalui rasio tingkat efisiensinya. Pendekatan kuantitatif menyangkut rasio-rasio keuangan bank yang menyatakan tingkat kesehatan bank dan tingkat efisiensinya sedangkan pendekatan kualitatif mengungkap signifikansi keberadaan bank tersebut kedalam system perbankan nasional.

Masing-masing pendekatan tersebut mempunyai variabel-variabel pokok penunjang. Dalam pendekatan kuantitatif variabel-variabel pokoknya adalah: rasio likuiditas, rasio efisiensi, rasio profitability dan Capital Adequacy (CAR). Sedangkan didalam pendekatan kualitatif, variabel-variabel pokoknya terdiri dari aspek: shareholder support, signifikansi bank dalam sistem perbankan nasional, manajemen dan tingkat maturity bank tersebut.

Kedua pendekatan tersebut akan menghasilkan rata-rata bobot tertimbang secara kuantitatif dan kualitatif yang akhirnya melalui alat ekonometri dapat diukur tingkat efisiensinya yang pada akhirnya dapat untuk menentukan kriteria sistemik atau non-sistemik sebuah bank secara kondisi internalnya.

B. Dasar Pemikiran

Analisis kuantitatif dilakukan dengan pendekatan rasio-rasio keuangan seperti yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia melalui aspek CAMEL dan diikuti dengan pembobotan untuk penentuan tingkat efisiensinya secara kuantitatif dengan metode DEA (Data Envelopment Analysis).

Untuk analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) seperti yang dikemukakan oleh Thomas L. Saaty (1980) melalui empat aspek kualitatif yang disebutkan di atas. Untuk kemudian juga dilakukan pembobotan rasionya guna mengetahui tingkat efisiensinya secara kualitatif.

Melalui kedua pendekatan kuantitatif dan kualitatif tersebut akan diperoleh hasil pembobotan efisiensi yang masing-masing secara proporsional akan menentukan rasio efisiensi tertimbang guna pembobotan kriteria efisiensi teknis, produktif maupun alokatif.

Dalam analisis DEA dengan menggunakan asset approach dikategorikan sebagai variabel harga input adalah: price of labour, price of funds and price of physical capital. Sedangkan variabel harga output adalah kredit yang diberikan pihak terkait dengan bank, kredit yang diberikan pihak lainnya dan surat berharga yang dimiliki.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel input yang paling berperan adalah input tenaga kerja sedangkan variabel output adalah dalam variabel surat berharga (Hadat, et al, 2003). Dalam arti bahwa jika input dalam biaya tenaga kerja dibanding total aktiva tersebut makin kecil maka bank tersebut akan semakin efisien karena dengan rasio biaya tenaga kerja terbatas akan menghasilkan aktiva lebih besar. Sebaliknya dalam variabel output apabila rasio surat berharga yang dimiliki oleh bank tersebut semakin besar maka dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak efisien dalam arti tidak sesuai dengan fungsinya sebagai ‘financial intermediary’ sumber dana masyarakat ke pinjaman/kredit yang diberikan kepada masyarakat juga; apalagi bila bank tersebut memegang surat-surat berharga non-rating dengan non kategori maka lebih semakin tidak efisien.

Efisien disini berarti turut serta menjadi pembobot dalam menentukan risiko sistemik atau tidaknya bank itu secara internal karena dengan faktor sistemik internal akan berpengaruh signifikan terhadap faktor sistemik eksternal dan dalam hubungannya dengan perbankan nasional maupun masyarakat luas.

Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Sugiarto (2004) dikemukakan bahwa bank-bank yang memiliki modal dibawah Rp. 100 milyar umumnya tidak mempunyai asset yang begitu besar yaitu hanya 2,2% dari seluruh asset perbankan nasional. Jadi secara sistem perbankan nasional tidak mempunyai risiko sistemik. Sebagian asset bank-bank tersebut ditanamkan dalam bentuk surat berharga SBI dan penempatan antar bank, aktivitas pemberian kreditnya hanya 2,8% dari keseluruhan kredit perbankan nasional. Tingkat efisiensinya yang diukur dengan rasio BOPO juga tidak efisien karena rasio BOPO-nya mencapai 136,8% sehingga pendapatan operasional yang diperoleh bank habis dimakan biaya operasionalnya.

Dalam hal ini yang berperan untuk menghitung efisiensi bank adalah rasio keuangan CAMEL untuk memprediksi tingkat kesulitan keuangan dan bank yang akan mengalami kebangkrutan. Rasio-rasio keuangan yang dipergunakan adalah Rasio CAR, APB (Aktiva Produktif Bermasalah), PPAPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif), ROA, NIM dan BOPO; yang memiliki perbedaan antara bank bermasalah dan tidak bermasalah (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).

Rasio BOPO mempunyai pengaruh positif artinya semakin tinggi rasio ini maka kemungkinan suatu bank bermasalah secara internal semakin besar.

Aplikasi teknik DE memudahkan perbandingan efisiensi dengan menggunakan kriteria yang seragam melalui penggunaan bentuk rasio keuangan untuk mengetahui efisiensi perbankan. Menurut berger dan Humphrey (1997) pendekatan efisiensi cenderung lebih baik dibandingkan dengan rasio keuangan tradisional dalam pengukuran kinerja sebuah bank.

Apabila rasio kuantitatif ini sudah dapat ditimbang dan dibobot penilaiannya maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut mempunyai permasalahan internal atau tidaknya. Setelah itu baru analisisnya dipertajam dengan pendekatan kualitatif yang dapat menjelaskan adanya faktor human yaitu dalam bentuk aspek managerial yang sangat mempengaruhi efisiensi perbankan dan risiko internalnya.

Di negara Montenegro selain menggunakan metode CAMEL juga digunakan analisis rasio kualitatif dalam personal judgement-nya untuk mengambil keputusan dalam mengidentifikasi masalah.

Analisis kualitatif menggunakan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) seperti yang dikemukakan oleh Saaty (1980), analisis permasalahan kualitatif efisiensinya menggunakan tiga komponen utama yaitu system decomposition, comparative assessment dan synthesis of priorities. Sehingga setelah dilakukan analisis rasio keuangan yang meliputi: rasio likuiditas, efisiensi, profitabilitas dan CAR-nya; dilakukan analisis faktor kualitatif meliputi: shareholder support, signifikansi/sistemik bank, management dan tingkat maturity bank (Rakocevic dan Dragasevic, 2008)

Penelitian Rakocevic dan Dragasevic (2008) yang dilakukan di Croatian Bank yang menguasai 90% total asset bank di negara itu menyimpulkan bahwa terdapat signifikansi antara criteria kuantitatif dan kualitatif.

Metode DEA secara konsisten dipergunakan untuk mengukur efisiensi kinerja bank secara kuantitatif, sedangkan metode AHP merupakan metode kualitatif untuk mempertajam hasil analisis kuantitatif yang diperoleh, terutama dalam hal kinerja efisiensi yang dipengaruhi oleh faktor internal yaitu aspek managerial pemegang saham dan kriteria lain yang mempengaruhi perbankan secara internal.

Pendekatan kualitatif menggunakan metode AHP tersebut untuk mengetahui faktor-faktor analisis kualitatif dari pemegang saham (shareholder support) meliputi kategori: shareholder support unstable, shareholder support can be expected and No doubt that shareholders support will be given. Kemudian faktor sistemik/signifikansi bank yang meliputi: small bank (the bank has no determining market share in the banking system), medium bank (the bank has a considerable market share asto its size, or covers the requirements of a significant special market segment dan high/large bank (the bank has a considerable market share dan its activity has an influence on the operation of the banking system; lalu management bank meliputi: low (the members of the management often fluctuate, the problem solving capacity is missing, medium (there are no significant personal changes in the management; the is an adequate admistration, problems occur very rarely, high (there are no personal changes in the management; there in an adequate administration, no irregularities occur. Problem are quickly and successfully solved; serta tingkat maturity bank meliputi kategori <>dan > 10 bank dewasa.

C. Pokok Permasalahan dan analisisnya

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi rasio efisiensi sehingga bank dapat dikategorikan secara sistemik melalui analisis faktor-faktor internal bank tersebut?

Dalam skema di bawah ini dapat dipahami langkah-langkah uji efisiensi bank yang akhirnya sampai pada kesimpulan sistemik secara internal atau tidak berdasarkan bobot rasio efisiensinya.





Dalam sebuah model ekonometri yang lebih detil, model efisiensi tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan alat ukur regresi dengan variabel bobot tertimbang secara kuantitatif dan kualitatif yang akhirnya menentukan tingkat efisiensi bank yang dapat dikategorikan sebagai sistemik dari faktor internal bank.

Jika digambarkan skema model ekonometri tersebut adalah sesuai gambar berikut di bawah ini:

D. Penutup/Kesimpulan

Dengan demikian daripada memperdebatkan risiko sistemik atau non sistemik sebuah bank tanpa dasar ilmiah yang jelas dan tegas, lebih baik mengkaji pengembangan teori yang dikemukakan di atas.

Dari gambaran pokok permasalahan itu jelas terlihat bahwa faktor kuantitatif menentukan tingkat efisiensi bank demikian pula dengan faktor kualitatif, bahkan rata-rata bobot tertimbang kuantitatif dan kualitatif bank tersebut dapat dipergunakan untuk mengukur sistemik tidaknya sebuah bank secara internal dari variabel-variabel/faktor-faktor pendukung analisis tersebut.

Thomas L. Saaty (1980) mengemukakan terdapat 3 (tiga) komponen yang harus diidentifikasi seperti telah dikemukakan didepan, yaitu: system decomposition, comparative assesment dan synthesis of priorities.

Saaty menggunakan skala 5 level dan 4 level untuk menentukan intensitas pentingnya kondisi internal bank tersebut, tabelnya adalah sebagai berikut:



Dengan model analisis variabel-variabel/faktor-faktor internal bank tersebut, sebenarnya dapat dikaji lebih mendalam tentang penting atau tidaknya keberadaan bank tersebut dalam sebuah sistem perbankan nasional untuk kemudian menentukan kriteria sistemiknya.

*) Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta dan mantan Direktur Bank Swasta Devisa Nasional di Jakarta.

2 komentar:

  1. software yg digunakan untuk analysis DEA apa ya? Lingo bukan pak?

    maaf sebelumnya, saya mahasiswi.. kurang paham dea.. jika berkenan menjelaskan email saya: kandinie211@yahoo.com

    BalasHapus
  2. selamat siang. saya nelidasarid mahasiswi jurusan matematika. saya sementara melakukan penelitian untuk mengukur resiko sistemik perbankan indonesia, berkaitan dengan itu, apa2 saja faktor yang dapat mengukur resiko sistemik perbankan indonesia??

    jika berkenan bapak biisa menjelaskan ke email saya: neldsrd@gmail.com

    BalasHapus