Relationship of Organizational
Culture Toward Knowledge Activities
by:
Ming Fong Lai dan Gwo-Guang Lee
Direview Oleh:
Ruddy Tri Santoso
NIM: T4209012
Program Doktor Ilmu Ekonomi
Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta
2010
A. Pendahuluan
v Penelitian ini untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang berdampak pada aktivitas ‘knowledge’, dimana kultur organisasi banyak mengadopsi program management ‘knowledge’.
v Problem utama yang diinvestigasi adalah untuk mengakses pentingnya organisasi kultur didalam usaha dan menemukan bagaimana memastikan aktivitas ‘knowledge’ akan kontinyu dalam mencapai tujuan yang benar dan hati-hati didalam usaha.
B. Literatur Review
1. Organizational Culture
- Knapp, et al.(1998) mengemukakan tentang kinerja organisasi tergantung pengaruh value didalam kultur yang di-sharingkan dan kekuatan pengaruhnya.
- Scholz (1987) meng-klaim bahwa kultur organisasi berhubungan dengan kinerja dan dasar dalam aturan perceived dimana kultur dapat bermain dalam meng-generate competitive advantage.
- Krefting dan Frost (1985) menyarankan sikap didalam kultur organisasi dapat membuat competitive advantage dengan mendefinisikan secara terpisah organisasi didalam kondisi interaksi individual dengan keterbatasan ruang lingkung proses informasi dilevel yang suitable.
- Teori juga mengargumentasikan bahwa competitive advantage terjadi dari kreasi kompetensi organisasi dimana keduanya superior dan imperfect imitasi oleh kompetitor (Reed dan Defillippi, 1990).
2. Knowledge Activities
- Gunnlaugsdottir (2003) mengemukakan bahwa knowledge adalah competitive advantage yang penting untuk banyak organisasi. Meningkatkan kompetisi, kontinyunitas perubahan dan merger di industri, dengan demikian, membuat risiko kehilangan valuable knowledge karena transfer atau termination pegawai, problem nyatanya (Gunlaugsdottir, 2003).
- Tujuan dari knowled activities di orgnisasi adalah memastikan pertumbuhan dan kontinyunitas kinerja dengan proteksi knowledge yang kritikal pada semua level, mengaplikasikan knowledge yang sekarang di segala kondisi, kombinasi knowledge didalam sinergi, acquire relevan knowledge secara kontinyu dan pengembangan knowledge baru melalui pembelajaran kontinyu untuk membangun pengalaman internal dan external knowledge (Bour dreau dan Couillard, 1999).
- Berztiss, et al. (2001) mengemukakan untuk kegiatan knowledge dapat dibagi menjadi 4 bidang yaitu: transferring, diffusing, storaging dan innovating dari domain knowledge.
- Knowledge transferring merefer pada identifikasi dan akuisisi dari knowledge baik melalui eksploitasi, eksplorasi atau pengkodean (Manor dan Schulz, 2001).
- Knowledge difussing merefer kepada flow dari knowledge dari satu bagian organisasi ke bagian lainnya.
- Knowledge Sturaging merefer pada artikulasi dari tacit knowledge kedalam format-format sesuai formula, manual atau dokumentasi bahwa semua adalah komprehensif dan aksesible ke yang lain (Marwick, 2001).
- Knowledge innovating merefer kepada penemuan dari existing knowledge kedalam knowledge yang baru untuk improvement dalam efficiency dan efektivitas.
- Knowledge activity dapat dilihat sebagai aktuators simulasi pengembangan untuk achievement visi dan idealnya melalui identifikasi knowledge.
3. Organizational Culture and Knowledge Activities
- Davenport dan Prusak (1998) menyatakan interaksi usaha dengan lingkungannya yang mengabsorb informasi, memutar knowledge dan mengambil langkah didasarkan pada kombinasi pengalaman, value dan internal rules.
- Ndela dan Toit (2001) menyatakan perlu pertimbangan ketika mengintroduce aktivitas baru knowledge, karena dampak dari bagaimana usaha diterima pada sebuah periode waktu.
- Membuat kultur knowledge friendly, satu dari banyak faktor crucial dari kesuksesan untuk knowledge activities yang amat sangat sulit karena membutuhkan kekuatan kepemimpinan dan perubahan dari attitudes dan behaviors (Lin dan Lee, 2004).
C. Metodologi Riset
v Survai empiris terhadap 154 perusahaan di Taiwan untuk mengetahui organisasi kultur, determinasi power of authority dan hambatan yang dihadapi.
v Model penelitian:
v Partisipan 1010 senior manager diseleksi dari 2000 perusahaan besar di Taiwan.
v Respon rate 15,25%, perkiraan 48% partisipan adalah: manufaktur, financial aircles (18%), telekomunikasi (8%) dan lain-lain seperti real estate, konstruksi dan transportasi.
v Kebanyakan perusahaan mempunyai 1000 pegawai (40%), antara 500 dan 1000 (23%), antara 100 dan 500 (22%) dan kurang dari 100 (15%).
v Hipotesis yang diajukan adalah:
1. Enterpreneurial culture toward knowledge activities:
H1 = Enterpreneurial culture will positively affect knowledge activities.
2. Task-Goal-accomplished culture toward knowledge activities:
H2 = Task-goal-accomplished culture will negatively affect knowledge activities.
3. Smooth-running culture toward knowledge activities
H3 = Smooth-running culture will negatively knowledge activities.
v Pengukuran:
§ Menggunakan skala likert dari 1 – 7 (disagree strongly-agree strongly).
§ Deskriptif statistik menggunakan program AMOS 5.0
§ Konstruk didefinisikan sebagai berikut:
§ Model pengukuran diperoleh hasil sebagai berikut:
D. Hasil
v Usaha harus mengadopsi kultur enterpreneur ketika meng-establishkan knowledge activities.
E. Implikasi Praktis
v Respon rate sangat rendah sehingga generalisasi susah dilakukan dan harus dilakukan uji penelitian yang replicate di Taiwan.
v Kepedulian terhadap external vs internal focus organisasi akan membuat organisasi lebih atau kurang dalam mengadopsi kultur organisasi dari effortnya dan lebih atau kurang kondusif dalam mengimplementasikan knowledge activitas-nya.
v Hasil korelasi dengan program AMOS 5.0 adalah sebagai berikut:
F. Kesimpulan
v Running knowledge activities adalah sangat penting dalam kesuksesan.
v Integrated KMS (Clay, et al, 2005) menghubungkan pegawai satu dengan yang lain baik supplier dan CIF (Yu, et al.,2004b) akan mengembangkan forecast market untuk produk baru.
v Sharing knowledge adalah sulit untuk ditingkatkan atau diabaikan dan sebagai hasilnya mempunyai faktor eksternal, fokus proaktif, dan kultur inovasi dalam eksplorasi organisasi knowledge management dan aktivitas ini akan meningkatkan nilai kompetitifnya.
v IT bukan merupakan garansi dalam kualitas knowledge.
v Sinergi dari knowledge diperlukan sebagai sebuah kultur dan budaya organisasi.
v KMP (Knowledge Management Program) harus dilanjutkan untuk dikembangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar